Mohon tunggu...
Zahir Makkaraka
Zahir Makkaraka Mohon Tunggu... Dosen - Belajar dalam segala hal

Lagi mencari guru dan tempat berguru!!!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Fiksi Penggemar RTC] Hilang

10 September 2015   09:17 Diperbarui: 10 September 2015   12:28 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ZAHIR MAKKARAKA      NO. 17

Lihatlah....
Nyawamu masih serupa pelita
Nafasmu dalam genggaman Maha Jelita
Ruhmu pun masih punya gempita
Dan dirimu masih punya cerita

Dia telah pergi. Bayang kala canda meruah tentangnya masih begitu menguat. Larik senyumnya yang segaris dengan horizon kala senja menjelma terpampang jelas dalam pikirku. Pun lirih kalimatnya dan harum nafasnya masih mengambara di rimba anganku. Nyata, dia yang telah pergi kemarin di hadapan Ilahi masih hidup di alam sadarku. Tak bisa lepas sekejap khayalku tentangnya, kesedihan mengada. Sayup-sayup di liang ingatku terdengar kalimat-kalimatnya.

"Bulan depan kita akan menikah. Kita akan serupa raja ratu dalam sehari dan di singgasana pelaminan akan jadi saksi bagi khalayak bahwa kita telah menyatu. Aku sangat bahagia tentunya ......" Itu ungkapnya kemarin di kala siang sewaktu menikmati es kelapa di dekat kampusnya. Saat itu, aku mengangguk dan kugenggam erat tangannya. Ya..., Sabtu empat minggu kedepan kami akan menikah.

Kini di hadapanku, jasadnya terbujur kaku dan setelah shalat jum'at nanti raganya yang tak ber-ruh lagi akan disatukan dengan tanah. Air mata seakan sudah kering, raga tak seimbang lagi dan kehilangan teguh untuk sekedar teduh. Lemah aku di samping jasadnya yang duduk termangu, pandangan netra kosong. Hanya ingatan bahwa yang meninggal hari jum'at akan mendapatkan kemudahan dalam kubur maupun di yaumul hisab nanti sedikit memberiku kabar kebahagiaan. Itu yakinku dan kemudian kubenamkan dalam sanubari. Pesan untuk tetap tabah dan sabar hiruk pikuk mendatangiku. Kawan kampusnya, teman artisku, para sahabat dan sanak keluarga hilir mudik menyampaikan belasungkawa.

"Nak Dayat, sebentar lagi Fitri Manalu tak bisa kita pandang lagi, anggun lakunya tak bisa kita lihat lagi, pun suaranya tak bisa kita dengar lagi. Ini sudah takdirnya Tuhan, mungkin inilah saatnya kita belajar ikhlas. Pergilah shalat jum'at dan antarlah Fitri Manalu dengan damai diperistrahatan panjangnya!” Ibu Fitri Manalu meneduhkanku. Beliau lebih tegar dibanding aku. Kala para pembesuk datang menyambangi jasad Fitri Manalu, beliau masih mampu mengukir senyum.

Dan pada akhirnya, jua kita akan kembali pada-Nya.

***

Dengarlah....
suaramu masih getar
lengkingmu punya pendar
Cetarmu belum gentar
Dan serakmu tanpa ingar

Bayu sore menerpaku. Sudah 3 hari rutinitasku kutinggalkan. Tak ada acara nyanyi, tak ada canda, tak ada yang lain bisa kuperbuat. Kesedihan masih meraja, menguasaiku. Siapa yang tak terluka kalau kekasih hati yang tinggal menghitung hari meneguhkan janji suci harus berpisah? Komunikasi via handphone masih kulakukan, silih berganti beberapa teman artis, pihak manajemenku, dan beberapa pihak lain menghubungiku. Panggilan untuk segera kembali mengisi berbagai program acara yang selama ini aku ampu masih aku tampik. Ucapku pada mereka “biarkanlah aku belajar damai dulu dan menemukannya. Nanti ketika ketenangan itu ada, aku akan kembali aktif di dunia selebritas. Aku pastikan itu.” Tegasku pada mereka dan Alhamdulillah, mereka memahaminya. Hanya saja sedari pagi tadi, smartphone-ku tak berdering sebagai penanda adanya panggilan. Dan bayu sore yang menerpaku, mengantar pengembaraan imajiku. Imaji bersama Fitri Manalu di sebuah mahligai nan indah. Rupa-rupa rencana yang kami susun dulu menyeruak, mendesak jiwa untuk berada dalam keheningan. Tapi belum sempat keheningan mencipta tangis, dering hp-ku membuyarkan semuanya. Panggilan dari Biyanca Kenlim.

Assalamu Alaikum kang!” Biyanca membuka cerita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun