Mohon tunggu...
Zahir Makkaraka
Zahir Makkaraka Mohon Tunggu... Dosen - Belajar dalam segala hal

Lagi mencari guru dan tempat berguru!!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Senja yang Sunyi

6 September 2013   12:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:16 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13784457681508452148

[caption id="attachment_264103" align="aligncenter" width="194" caption="Sumber Gambar:http://www.google.com/senandung-dititian-angin.blogspot.com"][/caption]

Mungkin angin senja yang membawamu dalam dekapanku. Hembusannya membelai mesra rambutmu yang kemudian menyentuh kulit lenganku dengan lembut. Semerbak aroma wangi sejenak bertahta dalam istana hirupku. Tak ada yang bisa kulakukan selain memelukmu lebih erat, lebih dalam lagi. Kita berdua larut dalam keheningan yang telah lama kita rindukan. Bukan...., rindu mendekapmu dalam keheningan bukan sesuatu besar dan berguna bagiku. Memelukmu bukan pelambang rinduku padamu, justru ketika jarak tiada diantara kita, seperti tiada lagi rindu tentangmu. Jangan kau berikan stigma bahwa dekap dan peluk bukan sesuatu yang kuharap, aku sangat ingin kita selalu seperti itu. Kasih..., dekapan kita kali ini hanya sesaat, seperti senja yang hanya berumur pendek, hanya berjarak sore dan malam. Aku tak ingin dekapan yang terjadi kali ini bukan sementara, aku miliki hasrat yang besar untuk mendekapmu lebih lama dalam dekapan-Nya, dalam dekapan waktu-Nya yang tak bisa kita ukur berapa lama akan berakhir. Itu inginku, itu harapku kini.

Bisikku dalam keheningan padamu "Lihatlah..., jingga senja begitu indah. Deburan ombak begitu menyentuh kalbu, serasa pujangga sedang melantunkan sajak-sajak cintanya. Pandangi pula camar yang masih setia terbang, tak lama lagi akan kembali ke sarangnya, bercanda ria dengan kekasihnya!" Seketika kau melepaskan pelukanmu, tapi kepalamu masih bersandar setia di bahu kananku. Kau pandangi matahari yang cahayanya seperti akan meredup, kau ikuti bahasa telunjukku. Kadang juga aku lalai memandangi panorama alam itu, karena wajahmu yang memalingkan penglihatanku. Tak bisa aku membedakan indah antara keduanya. Dua pesona yang tak bisa aku lewatkan dalam sekejap.

Seperti biasa, disenja yang sunyi yang selalu kita lakoni, kukecup keningmu. Kubelai pipimu yang dikarunia lesung yang begitu indah, lembut terasa menapaki syaraf-syarafku. Ya..., wajahmu seperti pelambang lakumu. Selama cinta kita dipautkan, selama mau dan ingin kita disatukan, tak bisa kutemukan celah dan cela untuk membuatku mundur memujimu. Serasa aku menemukan tulang rusukku yang hilang, keberadaanmu melengkapiku, membuatku sempurna. Aku membutuhkanmu, bukan sekedar menginginkanmu. Itu yang kupahami kini

Senja yang sunyi telah menjadi saksi ribuan kali bahwa aku suamimu dan kau istriku. Ketikapun kelak berpisah, pintaku kita berpisah seperti senja yang akan segera menghilang. Berpisah karena waktu bersamanya nyata telah usai, bukan karena inginku dan inginmu. Senja semakin ringkih, kupeluk dirimu lebih dalam lagi, lebih erat. ********* https://www.facebook.com/notes/zahir-makkaraka/fs-disenja-yang-sunyi/593742737344053

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun