Tak sampai sejam memperbincangkan kebutuhan KKN, akhirnya diputuskan apa yang mesti disiapkan dan siapa yang bertanggungjawab mengurus kebutuhan tersebut.Â
Aku diamanatkan membeli kebutuhan ATK. Aku menyanggupinya. Â Setelah pertemuan berakhir, aku segera menuju Toko Agung yang hanya berjarak beberapa menit dari warkop. Daftar kebutuhan telah ditulis dengan jelas oleh sekretaris dan uang oleh bendahara sudah menyerahkannya ke padaku.Â
Hanya kertas A4 2 rim, selusin kertas plano A1, Â spidol, polpen, pensin, dan beberapa hal kecil lainnya yang peruntukannya belum jelas bagiku. Â Aku bersedia untuk aku saja yang membeli dan membawanya. Matic Vario cukup bisa menampung barang tersebut kecuali kertas plano tentunya. Aku menikmati. Â
Toh ini bentuk rekreasiku dengan dikelilingi makhluk dengan tingkat konsumerisme tinggi dan individualis kut tentunya. Â Makhluk kota metropolitan. Karena besok, aku sudah di lokasi KKN.Â
Berangkat pukul 8 pagi dari Makassar dan mungkin tiba di Sinjai setelah duhur. Â Dan itu berarti kehidupan metropolis aku tinggalkan dan kehidupan masyarakat desa yang hidup agraris akan lebih menentramkan akan kujalani kurang lebih dua bulan.Â
Kertas HVS A4 sudah masuk di keranjang belanja,  saatnya membeli polpen dan kawan-kawannya yang letaknya di dekat kasir atau pintu keluar.  Belum tiba di etalase polpen, seseorang menahan langkahku. Aku menegakkan pandanganku dan dihadapanku kini ada sosok hawa yang panjang rambutnya hampir sama panjang dengan rambutku, tentunya  lebih panjang rambutnya. Rambut ikal yang hampir menyentuh bahuku. Ada tatapan sendu di netranya.Â
"Kamu kemana selama dua tahun lebih. Â Tak ada kabarpun dan meninggalkanku begitu saja. Dan kini kau harus menjelaskannya padaku. Â Kau membuatku menderita selama dua tahun!"
Pertanyaannya beruntun menohokko...Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H