Mohon tunggu...
Zahir Makkaraka
Zahir Makkaraka Mohon Tunggu... Dosen - Belajar dalam segala hal

Lagi mencari guru dan tempat berguru!!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Terlarang (7)

9 Januari 2018   07:10 Diperbarui: 9 Januari 2018   08:37 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini, 13 April, aku akan sidang tutup dihadapan dua pembimbing, dua penguji ditambah satu penguji dari unsur pimpinan. Empat profesor dan 1 doktor akan kuhadapi. Di luar ruang sidang, ada pamanku dan seorang tante, adik bungsu ibuku, yang kemarin malam datang dari kampung demi mendampingiku nanti ketika yudisium. Itu yang kutahu karena kami berangkat bersama dengan mobil pamanku. Bahkan paman bersedia tidak masuk kantor untuk menemaniku. Kehadiran mereka adalah semangatku, terkhusus pamanku ibarat 'Tut Wuri Handayani'; tauladan, pembangkit semangat dan pendorong motivasi. Satu hal yang unik di kampusku, ketika yudisium mesti membawa kerabat. Kedua orang inilah mewakili ibu bapakku yang telah tiada di sampingku.

Ujian tutup atau ujian meja telah usai, hampir dua jam aku menghadapi ujian itu atau berakhir sejam sebelum azan jum'at dikumandangkan. Aku mampu mempertanggungjawabkan penelitianku dengan baik. Aku mendapat predikat summa cumlaude. Prosesi yudisium akan dimulai, aku dipersilakan memanggil kerabat terdekatku. Aku tertegun saat aku memanggil beliau berdua, bukan karenanya, tapi ada orang lain di antaranya. Gadis pemilik mata sayu nan ayu itu ada di antara mereka.

Hampir 3 bulan tak bersua dengannya, dan kini dihari yang amat  penting bagiku dia kembali bertandang dihadapanku. Aku mempersilakan mereka untuk memasuki ruang sidang. Oleh pimpinan kampus yang memimpin prosesi yudisium, ketiganya dipersilakan mendapingiku di depan dewan penguji. Kalimat-kalimatnya menghunjam sanubariku. Ada samsara dan bahagia berkesima di dada. Kesediaan menyandang gelar magister, motivasi untuk melakukan kebaikan dan perbaikan, semangat menjaga nama baik almamater dan candaan untuk segera menikah dan melanjutkan studi tumpah ruah dikala itu. Setelah berakhir prosesi itu, aku menyalami kelima dewan penguji itu. Kemudian aku memeluk kedua tetuaku. Air mata seperti menemukan mata airnya, aku dan mereka.

Dan paling aneh sekaligus membahagiakan, gadis bermata sayu nan ayu itu memelukku juga.  Aku kebingungan....

*****

(Satu atau dua scane lagi akan berakhir, selamat membaca...!)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun