Mohon tunggu...
Zahir Makkaraka
Zahir Makkaraka Mohon Tunggu... Dosen - Belajar dalam segala hal

Lagi mencari guru dan tempat berguru!!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Ludo dan Siang yang Menyeringai

28 September 2017   13:20 Diperbarui: 28 September 2017   13:31 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Siang, teriknya seperti berkumpul. Terhimpun di ubun-ubun. Lena tak kutemui meski sejenak. Bahana sengangar menyeruk diseluruh ruang waktuku. Dan tidak hanya aku, di sekelilingku sepertinya menyerupai gulanaku. Hanya caranya yang berbeda; ada yang bergelut dengan laptopnya, ada yang menyeruput rindu via video call,ada dengan buku dia gumul, bahkan ada yang berkumpul sedang mengadu nasib dalam permainan yang disaji di handphone atau di laptop.

"Giliranmu lagi!" sahut seseorang dalam ruang yang seruangan denganku kali ini. Bidak permainan ludo yang dimainkan sudah berhenti dilangkah terakhirnya. Tepat tiga kotak di depan pion lawannya. Dia memberitahu kawannya untuk memutar dadu sambil berdo'a agar bilangan dadu lawannya yang di sebelah kanannya tidak berjumlah tiga. Sekiranya tiga, bidak miliknya yang berwarna hijau akan terdepak dari arena. Tak sekedar itu, harapnya membuncah agar kawannya yang menjadi lawan permainannya mendapatkan akumalasi bilangan dadu sebelas agar bidak kawannya yang berwarna biru berada delapan kotak di depan bidak miliknya bisa kembali ke garasinya. Sayangnya, doanya tidak terkabulkan. Gerakan dadu yang berputar dan kemudian berhenti menunjukkan dua angka enam. Kawannya tidak memilih melangkahkan pionnya, dia menambah laskarnya di arena pertempuran, satu bidaknya yang sebelumnya diam di pojok markasnya dia gerakkan ke medan juang.

Setengah jam berlalu, kali ini dia masih membisa. Dua bidak warna kuning sudah menyentuh garis akhir, Satu bidak lainnya bergerak di area bidak merah, dan Satu masih setia di garis start. Dua bidak biru juga sudah mengakhiri perjalanannya; satu sudah masuk kotak aman, tersisa empat langkah akan berakhir pula perjuangannya; sedang satu bidak lainnya sudah enam langkah meninggalkan kotak awalnya. Bidak merah mungkin yang paling jumawa. Tiga pionnya sudah menjadi raja, sedang bidak lainnya berada di titik aman area warna kuning. Sedang dia, bidak hijaunya masih ada satu yang setia mukim di rumahnya, hanya satu bidaknya yang menamati perjalanannya, dua lainnya masih butuh pengharapan panjang agar tidak senasib dengan kawannya yang masih diam di biliknya. Dua bidaknya yang sedang bergerak di arena juang tidak dalam posisi yang nyaman.

Hampir sejam permainan berlangsung, takdir jua yang menentukan. Mesti bidak merah yang sempat jumawa, tapi yang mereguk juara adalah bidak biru. Bidak hijau tersengkur karena satu bidaknya masih mendengkur, sedang bidak lainnya sudah mengakhiri kisahnya.

"Ah..., hari ini bukan hariku." eluhnya setelah permainan berakhir. Kulihat dia melangkah meninggalkan ruang yang masih kudiami. Si bidak kuning kulihat senyumnya menyeringai. Seperti siang yang menyeringai di atas ubun-ubunku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun