Aku tersenyum saja menanggapinya. “Kamu akan tahu.“
“Karena terganggu Ulat itu menjadi penasaran dan mengintip dari dahan pohonnya. Ia melihat banyak serangga tengah mengerubungi seekor kupu-kupu yang sayapnya sangat indah. Secara tidak sengaja ulat itu mendengar serangga-serangga itu tengah memuji kecantikan si Kupu-kupu dan menjelekkannya yang sudah lama menjadi ulat. Ia merasa kesal dan dongkol dengan kupu-kupu dan serangga-serangga itu. Dalam hatinya ia berkata, “Aku bisa jadi seperti dia.“
Aku berhenti memberi jeda sebentar dan melirik adikku, kulihat dia diam saja menyimak ceritaku. “Kenapa diam saja?” tanyaku mengerjainya.
“Loh apa salahnya? Katanya kemudian memaksaku melanjutkan ceritanya. “Kamu ingin tahu, tapi sekarang sudah jam 9 malam. Ini waktunya tidur, besok kamu harus bersekolah, kan?“ Aku mengingatkannya.
“Oh ayolah, sebentar saja. Aku belum mengantuk kok.“
Aku menggeleng tidak setuju. “Tidak, Tuan Puteri. Sekarang waktunya tidur dan bermimpi indah. Karena besok kamu bisa mengalahkan Fitra.“
“Mengalahkan Fitra bagaimana? Ini tidak ada hubungannya Kakak!“ Adikku berteriak manja.
“Eit! Ada dong, kamu saja yang tidak tahu.“ Aku mencubit hidung kecilnya merasa gemas. “Ayo sana tidur di kamarmu,” kataku mengusirnya.
Nadin langsung cemberut. “Ish, Kakak curang! Aku kan belum selesai mendengar cerita ulat dan kupu-kupu itu …”
“Please … 5 menit saja, ya, Kak. Setelah itu aku langsung pergi ke kamarku dan tidur,” pintanya memohon.
Aku menghela napas. “Baiklah. Benar ya selesai cerita ini kamu langsung tidur di kamarmu.“ Adikku mengangguk mantap meyakinkanku. Lalu, aku kembali melanjutkan.