Mohon tunggu...
Arundati Shinta
Arundati Shinta Mohon Tunggu... -

Aku peduli lingkungan, karena aku mengajar psikologi lingkungan. Tempatku mengajar di fakultas psikologi universitas proklamasi 45 Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pengelolaan Sampah dan Pertengkaran dalam Rumah Tangga

6 Juli 2012   03:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:15 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampah adalah barang yang tidak berguna dan harus disingkirkan jauh-jauh dari rumah, bila rumah ingin dianggap sebagai tempat yang nyaman untuk istirahat. Ini adalah pendapat  suami saya. Pendapat itu tidak salah tetapi tidak membuat saya nyaman. Hal ini karena saya mengajar psikologi lingkugan dan selalu mendorong mahasiswa untuk peduli pada sampah. Saya merasa seperti orang munafik. Menurut psikologi lingkungan, kita harus bisa mendaur ulang sampah. Daur ulang sampah yang saya lakukan yaitu dengan memilah sampah berdasarkan jenisnya (organik dan non organik). Sampah non organik dipilah lagi dan dimasukkan dalam dua dos besar bekas bungkus komputer. Dua dos itu untuk sampah plastik dan kertas. Suami yang melihat dua dos tergeletak di pojok ruangan merasa terganggu dan ia selalu menyingkirkan dua dos tersebut. Tidak berapa lama kemudian kami berdua bertengkar gara-gara sampah. Sungguh saya menjadi tertekan.

Setelah emosi reda, saya kemudian mempunyai ide cemerlang, meskipun sebenanrya ide itu sederhana saja pengerjaannya. Dua dos tempat sampah itu saya hias secantik mungkin dengan cara ditempel kertas kado. Agar pemandangan dos sampah tidak membosankan, maka gambar kertas kado itu harus sering diganti sehingga ukuran dos pun harus diperkecil. Dos ukuran kecil akan mempercepat sirkulasi sampah. Dos yang digunakan yaitu bekas bungkus mie instan. Semua sampah plastik dan kertas harus ditata rapi. Untuk memenuhi prinsip daur ulang, maka produk detergen yang digunakan harus sama sehingga warna bungkusnya juga sama. Kumpulan bungkus detergen ini kemudian disetorkan pada bank sampah dekat desa saya. Oleh penduduk setempat, bungkus-bungkus detergen yang sama warnanya itu kemudian ditata rapi, dijahit, dan dilapisi dengan kain blaco di dalamnya. Jadilah bungkus detergen menjadi tas belanja yang cantik. Teman-teman dosen dan mahasiswa menjadi tertarik dan ikut membelinya.

Jadi dampak dari usaha mempercantik dos sampah adalah suami tidak marah lagi, rumah tetap nyaman, dan saya tidak mengalami depresi lagi. Jadi kunci utama pengelolaan sampah non organik untuk skala rumah tanga yaitu penataan yang menarik, rapi dan tidak mengganggu kenyamanan penghuninya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun