Mohon tunggu...
Arum Sekar Nurhijannah
Arum Sekar Nurhijannah Mohon Tunggu... Guru - Education enthusiast | a reader

Mencoba hal baru tidaklah mudah namun bukan hal yang buruk. Tetap konsisten melakukan hal baik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Merancang Penerapan Teori Belajar dalam Proses Pembelajaran di Kelas

3 Januari 2023   21:38 Diperbarui: 3 Januari 2023   21:51 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam penerapan teori belajar dalam proses pembelajaran di kelas perlu disesuaikan dengan tema pembelajaran yang akan dilaksanakan dan karakteristik peserta didik. Pemahaman tentang karakter peserta didik  sangat diperlukan karena mempengaruhi perencanaan pembelajaran. Tiga teori belajar yangperlu guru ketahui adalah behaviorism, social cognitivism, dan constructivism.

Teori Belajar Behaviourism 

Berdasarkan teori ini, guru memberikan stimulus yang berulang-ulang sehingga menjadi pembiasaan bagi peserta didik. Ketika peserta didik melakukan/mempelajari materi sekali dan belum bisa paham sepenuhnya, setelah mendapatkan stimulus yang berulang-ulang maka peserta didik akan dengan sendirinya paham dan menjadi terbiasa dengan kondisi tersebut. 

Teori ini dapat diterapkan pada tema pembelajaran teks interaksi interpersonal seperti menyapa dan berpamitan, meminta maaf, berterima kasih, meminta izin, meminta dan memberi perhatian, mengecek pemahaman seseorang, dan yang lainnya. Misalnya peserta didik belajar tema menyapa dan berpamitan. Dengan teori behaviorisme guru memberikan stimulus kepada peserta didik dengan membiasakan diri membuka kelas dengan greeting dan menanyakan kabar dalam bahasa Inggris. Lalu, peserta didik diberi penjelasan bagaimana menjawab greeting dan memberi informasi tentang keadaan masing-masing. Dengan melakukannya setiap awal pertemuan maka peserta didik akan terbiasa dengan expression of greeting dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga berlaku pada expression of leave taking atau berpamitan.

Teori Belajar Social Cognitivism

Lingkungan sosial mempengaruhi kognitif seseorang. Teori ini fokus terhadap bagaimana dan mengapa orang-orang cenderung untuk meniru apa yang dilihat. Ini adalah teori yang fokus pada kapasitas peserta didik untuk belajar dengan mengalaminya secara langsung. Proses belajar melalui pengamatan ini bergantung pada sejumlah faktor. Meliputi faktor kemampuan manusia untuk memahami dan mengingat apa yang ia lihat, mengidentifikasi makna dari pengalaman, dan berbagai hal yang membimbing kepada proses pemodelan perilaku. 

Ketika peserta didik dikelompokkan dengan temannya yang kritis maka ia akan mengadopsi cara teman kritis menghadapi suatu kondisi/kasus. Sehingga mampu meningkatkan cara berpikir dan menjadi lebih kritis lalu berperan aktif dalam pembelajaran di kelas. Dengan kasus ini dapat disimpulkan jika lingkungan peserta didik dapat mendukung peningkatan dan perkembangannya.

Teori Belajar Constructivism

Dalam teori belajar ini menekankan peran aktif peserta didik dalam pembelajaran sedangkan guru berperan sebagai fasilitator yang siap membantu peserta didik ketika menemui kesulitan. Guru menempatkan peserta didik pada suatu kondisi/situasi lalu mereka diarahkan untuk mengamati dan menilik kondisi tersebut. Selanjutnya siswa mengkonstruksi secara mandiri atau berkelompok hal yang dapat ditemui dan mengaitkannya pada konsep pembelajaran dengan arahan dan bimbingan guru. Dengan metode ini, peserta didik dapat mengembangkan pemikirannya dan kritis dalam menghadapi suatu kondisi.

Dalam menerapkan teori belajar dapat menggunakan metode belajar seperti experiential learning, discovery learning, dan problem based learning. Proses pembelajaran dengan metode experiential learning dimulai dari fase concrete experience ketika peserta didik terlibat dalam sebuah situasi/kondisi. Misalnya, Peserta didik belajar memberikan selamat dan ucapan dalam greeting card. Guru memberikan pertanyaan pemantik agar peserta didik menyampaikan pengalamannya memberikan ucapan selamat pada seseorang, seperti "Kalau ada teman yang ulang tahun kita mengucapkan apa?", "Siapa yang pernah memberikan selamat ulang tahun/kelulusan ke temannya?", dan "Ada yang tahu cara memberikan selamat ulang tahun dalam bahasa Inggris?". Lalu pada fase reflective observation, peserta didik mencari makna dari apa yang mereka temukan dan mengembangkan temuannya. Peserta didik memaknai bahwa terdapat macam-macam ucapan selamat berdasarkan pengalaman/jawaban dari peserta didik yang lainnya. Yang ketiga adalah abstract conceptualization yang dilakukan dengan mengembangkan teori atau konsep baru dari hasil temuannya. Dalam tahap ketiga ini, peserta didik menggunakan logika untuk menganalisis dan pemahaman intelektualnya mengenai suatu kondisi. Peserta didik memahami bahwa macam-macam ucapan selamat tersebut digunakan sesuai dengan konteksnya. Misalnya, ketika teman ulang tahun diberi selamat Happy Birthday bukan Happy Graduation. Sedangkan Happy Graduation digunakan untuk memberikan selamat atas kelulusan seseorang. Dan yang terakhir active experimentation yang mengajak siswa untuk terlibat dan menunjukkan kemampuannya untuk menyelesaikan sebuah permasalahan. Dalam fase ini, peserta didik diajak untuk menerapkan materi memberikan selamat baik lisan dengan melatih peserta didik melafalkan expression tersebut dan mencoba kepada temannya. Selain itu dapat diterapkan dengan bentuk tulisan seperti greeting card.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun