Adanya Pandemi COVID-19 yang menyerang dunia saat ini mempengaruhi berbagai lini kehidupan, salah satunya membuat segala aktifitas yang awalnya dapat dilakukan di mana saja, saat ini harus dilakukan di rumah. Aktifitas apa saja nih yang sudah kalian lakukan selama hampir 8 bulan di rumah? Tentunya banyak sekali, seperti berolahraga, melakukan pekerjaan rumah, mengembangkan hobi, dan pastinya menonton film.
Karena kondisi di rumah saja, banyak masyarakat yang mulai beralih ke media seperti Netflix ataupun Disney Hotstar+ untuk menonton film, baik film Indonesia maupun film luar negeri. Kalian hanya mengetikkan judul film kemudian search dan voila! Kalian akan menemukan film yang kalian inginkan.
 Hal ini pun juga diperhatikan oleh para pelaku industri film yang awalnya kebingungan bagaimana mereka akan melanjutkan bisnisnya. Dikarenakan kondisi pandemi, maka banyak rumah produksi yang mulai meluncurkan film barunya di platform tersebut. Berbagai genre film pun disajikan mulai dari fantasi hingga aksi yang banyak diminati oleh seluruh kalangan. Sudah habis berapa film nih yang kalian tonton?
Tapi pernah gak sih terbesit dalam pikiran kalian, apakah dalam deretan film yang kita tonton sudah mengandung nilai-nilai dari dasar negara kita, Pancasila?Â
Ataukah kita asyik tenggelam dalam alur cerita film tersebut? Pemahaman Pancasila merupakan suatu hal yang penting di lingkungan kita saat ini. Masih terdapat beberapa orang yang belum memahami secara betul urgensi dari hadirnya Pancasila di kehidupan kita. Sebenarnya, jika kalian mengamati dengan benar, banyak kandungan Pancasila yang tersirat ditayangkan di dunia perfilman Indonesia loh, namun beberapa penonton kebanyakan terlalu larut dalam alur cerita yang disuguhkan oleh film.
Saya ambil seperti contoh, kehidupan masyarakat desa. Jika kita amati di film-film yang menayangkan desa sebagai background nya, maka akan jelas nampak keramahan warga desa yang ada di sana dan riuhnya suasana kerja bakti dan gotong royong. Kala melihat hamparan luas perbukitan sawah, petani bersepeda menuju ladang di pagi buta, ini sangat menyejukkan mata dan hati.Â
Hal tersebut merupakan salah satu nilai Pancasila yang tersirat di dalam suatu film berlatar perdesaan, yaitu sila kedua. Terkadang kita juga mengamati dalam adegan film, jika hidup di kota orang-orang banyak yang acuh tak acuh. Kala kita menyadari sebenarnya film ini betul-betul menggambarkan kejadian sebenarnya yang ada di masyarakat kita yang dikemas di depan layar dengan cerita yang menarik agar orang-orang ini dapat melihatnya. Setiap produser film pasti sudah menentukan tujuan dibuatnya film ini dan sasaran yang ditunjukkan saat film ini diluncurkan.
Selain itu, saat ini pun juga mulai marak film-film baik film pendek maupun film skala besar yang menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa utama yang diucapkan para pemain film. Hal ini pun mengalami pro dan kontra di lingkungan masyarakat.Â
Bagi masyarakat yang mendukung adanya bahasa daerah di film tersebut, mengatakan hal ini bisa mengangkat suatu budaya yang ada di negara kita dan tentunya menunjukkan bahwa Indonesia memiliki beragam kebudayaan dan kekayaannya. Namun yang kontra pun juga tidak sedikit. Banyak yang mengatakan jika menggunakan bahasa daerah maka hal tersebut bukanlah satu kesatuan. Tidak menunjukkan rasa cinta tanah air dan arti persatuan Indonesia yang dikatakan Pancasila sila ke-3. Benarkah demikian?
Banyak orang memiliki berbagai perspektif yang berbeda-beda. Tidak ada yang salah jika menggunakan film berbahasa daerah sebagai bahasa utama yang digunakan oleh pemain film. Toh pada film tersebut sudah menyajikan subtitle berbahasa Indonesia yang nantinya dapat dipahami oleh orang-orang non bahasa daerah tersebut.Â
Dengan adanya film berbahasa daerah ini maka akan mengangkat kebudayaan asli Indonesia yang masih melekat di masyarakatnya. Dan pada realitanya beberapa saat yang lalu pernah viral film "Tilik" yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa utama nya.Â