Mohon tunggu...
Restu Arum
Restu Arum Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Panggil saya Arum, menulis dah jadi kesenangan sejak kecil...semoga bisa jadi penulis beneran...tinggal di samarinda saat ini bercita-cita bisa keliling dunia...meet me at www.aroemnya.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Bertahan dalam KDRT, Rasa Takut atau Cinta?

5 Maret 2012   14:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:28 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Waktu tepat menunjukan pukul 04.00WIB, ketika aku masih tertidur lelap kemudian terjaga karena mendengar suara tangis ibuku yang kebetulan sedang menemani bayiku tidur disampingku, telepon gengganmnya menempel ditelinga kirinya mendengarkan dengan seksama sang penelepon di seberang sana, matanya menatap kosong menahan air mata jatuh ke pipinya, aku menunggunya menyelesaikan pembicaraan di telepon. Setelah beberapa saat, ibuku menutup teleponnya dengan pilu berkata padaku, " kakakmu pergi dari rumahnya, meninggalkan anak-anak karena tak tahan kembali disiksa oleh suaminya."

Mendengar itu aku tahu hatinya bergejolak hebat, putri tercintanya yang tinggal bersama suaminya di kota kembang itu pastilah sedang bimbang dan membutuhkan bantuannya, tapi saat ini tidak ada yang bisa ia lakukan selain mengambil air wudhu kemudian bersembahyang dan memanjatkan doa penuh khusyuk, aku yakin ada nama kami anak-anaknya disebut dalam doanya.

Sebenarnya aku tidak terkejut mendengar rangkaian cerita mengenai kakakku yang satu itu, ini bukanlah yang pertama kali beberapa tahun lalu aku menjadi saksi yang menyaksikan langsung bagaimana temperamentalnya laki-laki yang kusebut kakak ipar itu menghina dan melakukan tindakan kekerasan terhadap istrinya dihadapan aku adik iparnya dan kedua buah hatinya yang kembar yang pada saat itu masih sangat kecil sekali, aku ingat bagaimana tangis kedua keponakanku menyaksikan pertengkaran kedua orangtuanya yang berujung kekerasan itu, aku ingin melaporkan kejadian itu pada pihak yang berwajib saat itu juga, hanya saja aku melihat bagaimana kedua batita yang lucu ini masih membutuhkan kaih sayang ayah dan ibunya, bagaimana perkembangan psikologis anak ini melihat hal-hal buruk semacam itu di hadapan mereka?

Sungguh sejak saat itu aku menjadi antipati terhadapnya, saat itu aku memandang bagaimana pernikahan adalah sebuah hubungan dimana dua manusia diciptakan Allah SWT untuk saling melengkapi, dan lelaki sebagai imam dan pelindung bagi isterinya, dan kenyataan melihat bagaimana kakak kandung kita diperlakukan seburuk itu tentu saja hatiku berontak, tapi seiring waktu aku menyaksikan bagaimana ia bertahan dalam pernikahannya, dengan segala keraguan aku meyakinkan diri bahwa manusia bisa berubah dan aku berharap bahwa mungkin mereka akan dewasa menyikapi segala masalah dan tidak ada lagi pertikaian yang dapat merugikan satu sama lain.

Lalu cerita pun bergulir dari waktu ke waktu, masih saja aku sering mendengar bagaimana keduanya memiliki sifat yang sama-sama keras hanya saja suaminya masih memiliki temperamen yang kadang tidak bisa dibendung meskipun tidak secara fisik tapi tekanan psikologis lewat cercaan,makian menjadi santapan ketika pertengkaran mulai terjadi, jika dihadapkan pada kedua keluarga jawabannya mereka masih saja saling menyayangi, mungkin mereka membutuhkan konseling pernikahan, tapi itu tidak juga dilakukan keduanya, sampai pada akhirnya aku mencoba memahami bagaimana kakakku sebagai seorang wanita yang memiliki tiga orang anak, tanpa pekerjaan selain ibu rumah tangga, pastilah memiliki kekhawatiran tinggi apabila memutuskan untuk mengakhiri pernikahannya, mungkin rasa cinta yang besar pula yang membuatnya bertahan.

Alasan anak selalu menjadi alasan terbesar bagi banyak wanita korban kekerasan dalam rumah tangga untuk mempertahankan hubungan, terlebih bagi ibu yang tanpa penghasilan tambahan, ketakutan tidak bisa memberikan kebutuhan bagi anak-anak nya dan ketakutan perkembangan anak terganggu mungkin menjadi faktor utama untuk tetap bertahan dalam situasi ini. kemandirian dan melatih keahlian bisa menjadi salah satu cara untuk para ibu rumah tangga untuk bisa berkarya tanpa meninggalkan kewajibannya mengurus rumah tangga dan menjaga anak-anak, juga bisa membangkitkan rasa percaya diri dan meningkatkan kemampuannya di bidang lain, suatu saat jika keahliannya sudah memadai dan bisa menghasilkan suatu karya para wanita tidak perlu lagi menggantungkan diri pada suami untuk menghidupi keluarga, apalagi di masa kini wanita indonesia sudah sangat maju dalam berpikir dan banyak yang memiliki kompetensi untuk tetap berkarir dan menjadi ibu rumah tangga sekaligus.

Indonesia sudah memiliki Undang-undang yang mengatur tentang permasalahan KDRT, salah satunya UU no. 23 tahun 2004, wanita dan anak-anak terlindung dengan adanya undang-undang ini, jadi ketakutan akan menerima teror  secara psikologis dari pasangan tidak perlu lagi menjadi ancaman untuk para wanita yang menjadi korban agar mampu berdiri sendiri berani melawan dengan hukum atas tindakan kekerasan yang menimpanya. memperluas wawasan, terus belajar, dan mencari tahu akan membantu kita keluar dari ketakutan dan kebimbangan menghadapi masalah yang terjadi dalam rumah tangga, dengan tidak lupa berdoa kepada Tuhan YME.

Saling menghormati, menghargai, menjaga kepercayaan menjadi faktor utama agar keberlangsungan rumah tangga bebas dari rasa cemburu berlebihan, rasa tidak aman, dan kekerasan. semoga pasangan yang masih saling mencintai tetapi masih dilingkupi dengan sifat temperamental semoga bisa saling meredam, berpikir dewasa dan menempatkan Tuhan diatas segalanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun