Mohon tunggu...
Anastasya Rumgesan
Anastasya Rumgesan Mohon Tunggu... -

Menulis tentang tanah sendiri, sebagai bentuk bakti pada negeri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tanah Papua, Tanah Aman dan Damai bagi Semua

16 Oktober 2013   12:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:28 2176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_272324" align="aligncenter" width="320" caption="(sumber : http://sweetkino.blogspot.com)"][/caption]

Banyak hal yang terlintas di pikiran kita ketika seseorang mengutarakan kata “Papua”. Sebagian dari kita pasti membayangkan sebuah daerah yang masih primitif dengan segala pernak-pernik kesukuannya yang sangat kental. Sebagian lagi membayangkan akan sebuah provinsi yang masih terlibat konflik, baik antar suku hingga antar organisasi separatis dengan aparat keamanan. Paradigma itulah yang muncul ketika kita hanya membaca sekelumit dari yang media sajikan untuk kita.

Bad news is a good news”. Itulah slogan media yang menjadi aturan utama dalam memberikan informasi kepada masyarakat umum. Masyarakat pun hanya “pasrah” ketika sajian-sajian berita yang diberikan lebih banyak didominasi oleh kabar buruk dan cenderung tidak seimbang dengan kabar baik yang seharusnya juga ikut disampaikan. Inilah yang terlihat di sebagian besar media terhadap kondisi Papua. Hanya segelintir berita-berita positif yang kemudian ditampilkan untuk dikonsumsi oleh masyarakat umum, sehingga wajar saja jika bayangan masyarakat akan Papua masih terus seperti itu dari dulu hingga sekarang.

Jika kita meluangkan waktu sedikit saja untuk mencoba browsing mencari berita-berita positif tentang Papua, maka kita akan menemukan cukup banyak informasi meskipun tidak didominasi oleh situs-situs berita populer. Salah satu berita terkini terkait Papua yang bisa dinikmati adalah terkait pernyataan Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe yang berjanji akan membuka akses seluas-luasnya bagi wartawan dan LSM asing yang ingin melakukan peliputan di Bumi Cenderawasih.

Beliau menjelaskan bahwa dengan datang ke Papua, jurnalis dan warga asing tersebut bisa menginformasikan tentang kemajuan yang sudah dicapai selama ini. Selain melihat kemajuan yang sudah ada, mereka juga dapat menginformasikan bahwa Papua merupakan daerah yang aman karena tidak ada kendala yang berarti selama mereka berkunjung ke Provinsi tersebut. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa yang juga sangat mendukung terbukanya akses bagi jurnalis ataupun organisasi non-pemerintah (LSM) asing yang akan melakukan kunjungan  ke Papua. Pernyataan kedua tokoh tersebut merupakan bentuk penegasan bahwa Papua bukan lagi tempat yang berbahaya bagi pendatang, tanah Papua adalah tanah yang aman dan damai.

Sedikit berlebihan memang menyimpulkan pernyataan tadi dengan analogi tingkat keamanan Provinsi Papua. Maka akan saya beri perumpamaan yang lebih sederhana. Ketika kita sebagai pemilik sebuah rumah, apakah kita akan membuka pintu selebar-lebarnya untuk para tamu berkunjung ketika keadaan rumah kita berantakan? Apakah kita akan memperkenankan siapapun untuk datang ketika kita sendiri bahkan tidak bisa menjamin keselamatan sang tamu saat berkunjung? Begitulah perumpamaan sederhana yang sedikit banyak bisa dianalogikan dengan pernyataan Lukas Enembe yang membuka akses seluas-luasnya bagi siapapun termasuk warga asing untuk datang berkunjung ke tanah Papua.

[caption id="attachment_272325" align="aligncenter" width="900" caption="(sumber : http://raehalder.files.wordpress.com)"]

1381906461425210727
1381906461425210727
[/caption]

Mengutip artikel Kompasiana yang ditulis oleh bung Eko Subur dengan judul “Telkomsel Kasih Bukti Papua Aman”, tentang sebuah video yang diunggah ke situs YouTube yang menggambarkan ada tiga orang pria berkulit sawo matang, berkemeja merah-putih dan menari-nari “Harlem Shake” bersama masyarakat asli Kurulu, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Video tersebut semakin menegaskan kepada dunia bahwa Papua yang sekarang adalah Papua yang aman bagi pendatang, yang bahkan berbeda warna kulit sekalipun dan tidak ada keraguan untuk bersosialisasi dan bahkan bergembira bersama dengan masyarakat asli.

“Jika beberapa kelompok mengatakan bahwa Papua tidak aman, ketiga pria berkulit sawomatang itu justru tampak bergembira di pedalaman Papua. Jika Papua tidak aman, bagaimana mungkin ketiga pria tadi bisa sampai ke Kurulu? Nggak takut ditombak, Mas? (Eko Subur, Kompasiana)”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun