Mohon tunggu...
Arum Tri Subarkah
Arum Tri Subarkah Mohon Tunggu... -

life is never flat................!!!!!!!!!!!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bagaimana Menjadikan Anak Berpikir Kritis dan Kreatif...???

1 Desember 2010   09:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:08 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pendidikan menjadikan anak kritis dan kreatif

Anak adalah masa depan kita. Bagaimana anak ke depan sangat dipengaruhi oleh pola asuh kita saat ini. Tentu saja ini juga dipengaruhi oleh lingkungan belajar anak-anak di sekolah. Seiring dengan perubahan paradigm proses pendidikan saat ini. Memang kita akui saat ini lembaga-lembaga pendidikan sudah mengembangkan system pendidikan yang berorientasi pda bagaimana anak didik mampu menemukan sendiri pengetahuan-pengetahuan baru. Jadi proses pendidikan masa lalu seperti menuang air di dalam botol sudah banyak di tinggalkan.

Namun demikian, kita sebagai orang tua tidak boleh berdiam begitu saja membiarkan seratus persen pendidikan anak pada sekolah-sekolah. Kita juga harus mampu berbuat sesuatu yang barangkali sekolah tidak cukup waktu membimbing anak-anak secara satu persatu. Dalam hal berpikir kritis misalnya. Selain di sekolah, di rumah juga harus dibiasakan juga agar apa yang didapati anak di sekolah sejalan dengan apa yang ditemukan di rumah. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua untuk membuka wawasan anak agar berpikir kritis. Hal lain yang lebih penting juga dalam mengembang berpikir kritis anak adalah dengan memberi anak mainan-mainan yang merangsang mereka untuk berpikir. Terkadang orang tua, karena tidak ingin rumahnya berantakan, maka membeli mainan anak yang instan. Sehingga anak hanya menggunakan saja permainan tersebut.

Penggunaan berpikir kritis adalah salah satu keterampilan yang paling berharga yang bisa kita sampaikan kepada anak-anak kita. Keterampilan berpikir kritis sangat penting bagi pengembangan keterampilan dalam memecahkan masalah akademik dan seumur hidup. Hal yang paling penting adalah bagaimana anak selalu dibuat dalam keadaan gembira dan tidak ada pemaksaan. Buatlah kondisi sedemikian rupa agar anak bersenang-senang.

Siswa sebagai pemikir kritis dan kreatif akan membangun hubungan di antara hal-hal yang berbeda yang alami. Kemudian otak akan menemukan pola, menemukan kemungkinan-kemungkinan/penemuan baru dan menakjubkan, yang tidak terpikir dan terduga, oleh kita. Mereka akan menyukai asosiasi bebas, imajenatif, dan intuisi.

Di sekolah dasar, anak-anak harus melakukan langkah-langkah kecil dahulu sebelum akhirnya menjadi terampil berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi. Apabila anak-anak diberi kesempatan untuk menggunakan pemikiran dalam tingkatan yang lebih tinggi di setiap tingkatan kelas, yang pada akhirnya mereka akan terbiasa berpkir, berlogika, mengidentifikasi, menemukan, dan terbentuk pribadi yang kreatif. Berpikir kritis dan kreatif memungkinkan siswa menemukan kebenaran dalam berpikir dan bertindak. Siswa sebagai pemkir kritis dan kreatif akan berusaha memecahkan masalah, mengambil keputusan, mempertimbangkan dan mengambil tindakan moral kemudian mereka akan memahami, mencari makna, memperhatikan sudut pandang orang ain untuk kehidupannya sehari-hari.

Peranan orang tua bagi pendidikan anak menurut Idris dan Jamal (1992) adalah memberikan dasar pendidikan, sikap, dan ketrampilan dasar seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan-peraturan, dan menanamkan kebiasan-kebiasan. Selain itu peranan keluarga adalah mengajarkan nilai-nilai dan tingkah laku yang sesuai dengan yang diajarkan di sekolah. Dengan kata lain, ada kontinuitas antara materi yang diajarkan di rumah dan materi yang diajarkan di sekolah (Bandingkan dengan Peters, 1974)

Dinamika kehidupan yang terus berkembang membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu terhadap kehidupan keluarga. Banyaknya tuntutan kehidupan yang menerpa keluarga beserta dampak krisis yang ditandai dengan bergesernya nilai-nilai dan pandangan tentang fungsi dan peran keluarga menyebabkan terjadinya berbagai perubahan mendasar tentang kehidupan keluarga. Struktur, pola hubungan, dan gaya hidup keluarga banyak mengalami perubahan. Kalau dulu biasanya ayah berperan sebagai pencari nafkah tunggal dan ibu sebagai pengelola utama kehidupan di rumah, maka sekarang banyak di antara keluarga (khususnya di kota-kota) yang tidak lagi seperti itu. Begitu pula kebiasan hidup lama dalam keluarga besar dengan banyak saudara yang disertai kakek/nenek dan bertetangga dengan famili dekat, maka sekarang banyak di antara keluarga yang kondisinya sudah menjadi sangat lain. Sekarang mereka hidup dalam keluarga-keluarga kecil tanpa nenek dan kakek dengan lingkungan tetangga yang sama-sama sibuk dan bukan saudara lagi.

Keinginan orang tua bisa terwujud jika orang tua mau menahan diri. Memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar menyelasaikan masalahnya sendiri. Sebenarnya masalah yang dihadapi oleh anak-anak tidak terlalu rumit. Insya-Allah anak-anak mampu menyelesikan masalahnya sendiri. Orang tua cukup memberikan motivasi untuk bisa menghadapi setiap masalah anak dengan tenang. Bukan orang tua yang mengambil alih agar anaknya bisa terhindar dari masalah.

Berdasarkan pengalaman yang ada di masyarakat, banyak orang sukses yang kehidupannya ditempa melalui pengalaman hidup sejak kecil. Merekalah yang mampu memenangkan persaingan di dunia nyata. Anak yang sejak kecil sering berhadapan dengan masalah dan diajari untuk menyelesaikan masalah, dialah yang akan memiliki kekayaan luas terhadap problem yang dihadapi dan tahu cara menyelesaikannya. Akhirnya, dia akan menjadi problem solver.

Pengalaman hidup adalah hal yang sangat berharga untuk kemudian hari. Ibarat seorang dokter yang sering menghadapi pasien, maka dokter tersebut akan banyak memiliki pengalaman. Begitu juga seorang guru yang sering menghadapi broblem di kelas, maka dengan pengalaman itu, akan banyak langkah yang diperoleh untuk menyelesaikan masalah, asalkan guru itu tidak mudah mengeluh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun