Mohon tunggu...
Dyah Arum Narwastu
Dyah Arum Narwastu Mohon Tunggu... -

Content Writer

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Media Online, Wujud Rakus Korporasi Media

12 April 2013   01:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:20 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Kehidupan masyarakat tidak pernah bisa lepas dari kebutuhan akan informasi. Pemenuhan kebutuhan ini kadang terkendala dengan keterbatasan untuk menjangkau ruang dan waktu. Manusia tidak mampu menyaksikan secara langsung beberapa kejadian yang terjadi dalam waktu bersamaan di lokasi yang berbeda. Untuk mengatasi hal tersebut, manusia membutuhkan sebuah sarana yang mampu menyediakan informasi mengenai berbagai kejadian tersebut.

Media massa adalah salah satu sarana yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi. Masyarakat bebas memilih media massa mana yang hendak mereka jadikan sebagai sumber informasi. Menurut Koentjaraningrat, teknologi termasuk dalam tujuh unsur kebudayaan universal. Mudahnya perubahan teknologi memengaruhi cara masyarakat mengonsumsi media.

Setelah turunnya peminat media cetak karena munculnya media penyiaran, kini dunia mulai diramaikan dengan kemunculan new media. New media adalah sebuah media yang memfasilitasi interaksi antara pengirim dan penerima.

New media identik dengan teknologi yang memanfaatkan internet, sehingga memunculkan suatu istilah baru yang sering disebut dengan jurnalisme online. Jurnalisme online menjanjikan informasi yang lebih mudah dan cepat diakses. Untuk mewujudkan hal tersebut, penyajian informasi dan berita dalam jurnalisme online pun harus berbeda dengan penyajian melalui media lain. Penyajian informasi atau berita dalam jurnalisme online haruslah singkat, langsung, terorganisir, spesifik, dan mudah dicerna.

Sayangnya, persyaratan itu seringkali memunculkan sebuah masalah bagi sebuah pemberitaan, yakni kurangnya verifikasi. Proses verifikasi yang dilakukan oleh media online memang berbeda jika dibandingkan dengan proses verifikasi media cetak maupun penyiaran. Dalam jurnalisme online, verifikasi dilakukan seiring dengan munculnya pemberitaan. Penambahan atau revisi berita akan dilakukan dalam artikel baru yang dipublikasikan sesudahnya. Kini mulai banyak media online terpercaya yang bermunculan di Indonesia, mulai dari media online yang berdiri sendiri hingga yang berafiliasi dengan media lain

Para pengelola media dalam kenyataannya memang selalu berusaha menyesuaikan diri dengan selera pasar. Sebab dengan cara ini mereka bisa menekan biaya dan memaksimalkan pendapatan (misalnya dari iklan). Lebih jauh, untuk dekat dengan pasar atau sebanyak mungkin orang, media harus mengetahui nilai-nilai yang mereka anut, dan menyesuaikan diri terhadapnya. Semakin banyak mereka tahu karakter masyarakat, semakin mudah media merangkulnya. Pengabaian nilai-nilai tersebut jelas akan membuahkan malapetaka ekonomi(Rivers, 2003: 40).

Para pemilik media tentunya telah melihat jika munculnya teknologi membawa perubahan besar bagi kebiasaan masyarakat, khususnya masyarakat di daerah perkotaan. Gaya hidup yang serba instan membuat masyarakat tidak memiliki lagi waktu luang untuk sekadar membaca koran atau pun menonton televisi. Peluang inilah yang dilihat sebagai selera pasar bagi pemilik media. Para pemilik media mulai membuat afiliasi bagi medianya. Akhirnya muncullah media online yang sebenarnya merupakan korporasi dari media cetak maupun media penyiaran yang telah ada sebelumnya.

Meskipun tidak semua media online merupakan hasil korporasi media, namun tidak dapat dipungkiri jika kehadiran media online yang berafiliasi dengan media lain memang lebih banyak bila dibandingkan dengan yang tidak. Media online yang berdiri sendiri antara lain adalah lintas.me. Sedangkan yang berafiliasi dengan media lain terdapat kompas.com, detik.com, metrotvnews.com, tempo.co dan masih banyak lagi.

Terdapat tiga fase imperialisme di dunia. Fase pertama terjadi pada masa ekspansi kapital merkantilis Eropa Atlantis yang menghancurkan benua Amerika. Fase kedua terjadi pada masa revolusi industri Inggris yang berujung pada penaklukan Asia dan Afrika. Dan kini kita tengah memasuki fase ketiga. Fase ketiga dicirikan oleh terjadinya persenyawaan yang halus antara menguatnya kekuasaaan ekonomi korporasi dengan globalisasi teknologi, informasi dan pengetahuan. Berbagai fenomena globalisasi seperti: meningkatnya kekuasaan perusahaan-perusahaan multinasional dalam perdagangan global, revolusi informasi dan ilmu pengetahuan, serta munculnya masyarakat yang berbasis jaringan (network society), menguatnya peranan-peranan lembaga keuangan internasional, serta zona-zona perdagangan bebas yang melampaui negara-bangsa (Chomsky, 2008: vii-ix).

Kemunculan media korporasi secara tidak sadar telah mengajak masyarakat untuk membantu memperkaya pemilik media. Indonesia memiliki jumlah stasiun radio dan TV terbesar kedua setelah Cina. Negeri ini punya satu TV publik, 10 TV swasta nasional, 70 TV swasta lokal, dua TV kabel, satu TV satelit dan lebih dari 1.800 stasiun radio. (http://blog.tempointeraktif.com/ekonomi-bisnis/sosialisasi-tv-digital-dvb-t/). Dari sekian banyak media yang ada di Indonesia, hanya terdapat segelintir orang yang memilikinya.

Selain tidak meratanya penyebaran ekonomi dalam perusahaan media, informasi yang akan diperoleh masyarakat pun menjadi tidak beragam. Ideologi pemilik media akan berpengaruh sangat besar dalam isi pemberitaan. Hal ini sangat berbahaya mengingat banyak pemilik media yang kini mulai memasuki dunia politik.

Media online kini merupakan media paling baru yang muncul di dunia. Kemudahannya untuk diakses melalui berbagai gadget semakin mempermudah dan memperluas jangkauan penyebaran informasi yang ada di dalamnya. Setiap media online biasanya memiliki pola masing-masing dalam penyampaian berita, entah dari bahasa maupun narasumber beritanya.

Sudah sangat basi jika kita membahas media online yang seringkali menyampaikan berita tanpa memerhatikan cover both side. Dalam kasus ini, sebenarnya yang patut kita cermati adalah dalam side mana media tersebut berada. Jika kita jeli, sangat mudah menemukan keberpihakan media online dalam suatu kasus. Keberpihakan tersebut tentu saja dipengaruhi oleh siapa pemilik media dan dengan media mana si media online tersebut berkorporasi.

Kurangnya waktu membuat jurnalis online merasa satu narasumber dari satu sudut pandang sudah cukup untuk mewakili dimensi pemberitaan. Ketika hal tersebut terjadi, tentu saja sudut pandang “aman” yang akan dipilih, yakni sudut pandang yang membela pemilik medianya.

Masalah lain yang seringkali menghinggapi media online adalah malasnya masyarakat Indonesia untuk membaca. Akibatnya, banyak masyarakat yang hanya membaca judul dari berita saja. Padahal, banyak pula media online yang membumbui judulnya dengan kata-kata sensasional untuk menarik minat pembaca. Hal ini tidak jarang menimbulkan kesalahan persepsi masyarakat.

Kemunculan media online di tengah masyarakat tentunya memberikan dampak positif dan negatif sekaligus. Granville Williams merangkum dua pandangan terkait peran dan fungsi media dalam masyarakat sebagai:


  1. Media yang menekankan nilai-nilai komersial pada segala sesuatu, dan memandang khalayak sebagai konsumen, atau
  2. Media yang beragam dan pluralis, kreatif dan sadar bahwa terlampau banyak kekuatan media yang bisa berlawanan dengan pelbagai kepentingan demokrasi

(Burton, 2007: 29).

Dari pengertian peran dan fungsi media yang disampaikan oleh Granville Williams ini, kita dapat menarik sebuah kesimpulan jika media akan menampilkan segala sesuatu yang “bisa dijual” demi kepentingan media masa kini sebagai sebuah industri. Keputusan akhir tetap berada di tangan penikmat media. Kebutuhan akan informasi yang terpenuhi oleh media online semestinya tetap membuat kita mampu menyeleksi berbagai berita yang masuk. Jangan sampai masyarakat semakin menjadi korban “rakusnya” korporasi media melalui media online.

DAFTAR PUSTAKA:

Burton, Graeme. 2007. Membincangkan Televisi: Sebuah Pengantar Kepada Kajian Televisi. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra.

Chomsky, Noam. 2008. Neo Imperialisme Amerika Serikat. Yogyakarta: Resist Book.

Rivers, William L, dkk. 2003. Media Massa dan Masyarakat Modern. Jakarta: Kencana.

SUMBER WEB:

http://blog.tempointeraktif.com/ekonomi-bisnis/sosialisasi-tv-digital-dvb-t/ (diakses tanggal 11 April 2013)


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun