Mohon tunggu...
Alfiatul Septi N.
Alfiatul Septi N. Mohon Tunggu... -

berusaha untuk berubah menjadi yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Luka Psikis Lebih Bahaya daripada Luka Badan

22 Februari 2015   04:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:44 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Saat saya masih duduk di bangku sekolah, saya punya teman yang memiliki kenangan pahit saat masih kanak-kanak. Lambat laun kenangan tersebut telah mempengaruhi kepribadiannya hingga dewasa. Sebut saja namanya Nita.

*****

Saat Nita baru berumur 3,5 bulan, dia sudah dititipkan kepada kakek dan neneknya di salah satu kota di Jawa Tengah, karena kedua orang tuanya mencari nafkah di luar kota. Mereka akan pulang untuk melihat anak semata wayangnya 3 minggu sekali. Detik berganti menit, menit berganti jam, dan hari demi hari Nita tumbuh menjadi gadis kecil. Dia sering bermain dengan sepupunya yang juga sebaya dengannya. Saat ikut bermain dengan sepupunya dan teman-teman yang lain, dia kerapkali diusir oleh teman-temannya, bahkan oleh sepupunya sendiri. Nita merasa bingung dan sedih kenapa mereka tega berbuat seperti itu. Saat Nita mendekat, mereka menjauh. Nita berjalan, mereka berlari. Seorang gadis kecil hanya bisa apa, jika tidak menangis. Nita hanya menangis seorang diri dan menahan ini semua tanpa orang tua. Setiap kali mereka ke rumahnya, dia memperbolehkan teman-temannya bermain dengan mainannya. Nita senang teman-temannya mau bermain dengannya. Tapi apa, Nita malah dibully dan dikerjai sesuka hati mereka. Bahkan Nita pernah diberi bungkusan oleh seorang teman, dan ternyata isinya kotoran ayam. MasyaAllah ….

Meskipun begitu, Nita tidak menyerah untuk tulus bermain dengan mereka, memahami dan mengerti bagaimana karakter mereka agar mendapat tempat di hati mereka. Apa gunanya punya banyak mainan, tapi tak punya teman yang menerima apa adanya. Saat mereka butuh bantuan, Nita ikhlas membantu dengan senang hati. Tapi yang didapat hanya pengkhianatan. Bukannya mengharap balasan yang baik dari mereka, tapi Nita hanya ingin mereka menerima apa adanya. Jika Nita marah dan cerita dengan teman, Nita malah dianggap mengeluh. Lalu harus bagaimana ??.

Kejadian ini membuat Nita menarik diri dari pergaulan, tidak bisa percaya dan cerita dengan teman begitu saja meskipun dengan teman dekatnya. Nita menjadi kaku dan sulit bersosialisasi karena kenangan di waktu silam. Terkadang Nita merasa iri bila melihat betapa bahagia anak-anak yang punya banyak teman yang sangat bertolak belakang dengannya. Saat beranjak remaja, Nita tahu jika sikapnya ini salah dan harus dirubah. Sulit memang untuk dijalani, tapi ini demi kebaikan dirinya dan orang lain. Nita tetap tegar, optimis dan percaya bahwa Allah tidak akan memberi ujian kepada hambaNya di luar batas kemampuannya.

*****

Cerita singkat di atas adalah salah satu gangguan psikis pada seseorang. Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Mungkin bagi sebagian orang akan mengatakan wajar itu terjadi karena masih anak-anak, atau memang orang tersebut tidak bisa beradaptasi dengan baik, atau lainnya. Begitu pula saya sempat berpikiran seperti itu. Tapi, jika dipikir ulang, memang hal ini tidak mudah untuk dijalani bagi sebagian orang apalagi tanpa dukungan dan perhatian dari orang terdekat. Hal seperti ini harus diatasi dengan cepat dan tepat. Dukungan dan perhatian dari orang terdekat, khususnya keluarga sangat membantu agar dapat bersosialisasi dengan baik. Seperti kata mutiara, “Tidak ada yang dapat merubah diri seseorang kecuali dirinya sendiri”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun