Pikiran atau jalan hidup dalam berkarir ini mesti dibuang jauh-jauh.
Bagaimana mungkin tidak mencintai pekerjaan? bagaimana bisa hanya berorientasi pada gaji gaji dan gaji?
lebih dari itu, setiap karyawan tak hanya dibayar untuk skill ataupun kinerja semata.
Semua bukan hanya pergi, bekerja dan pulang saja. Namun adanya value mengapa perusahaan harus membayarnya dan meminang mereka untuk bekerja adalah dua interaksi mengandung benefit.
Dari semua calon karyawan yang mempunyai kemampuan yang sama jelas yang terambil adalah karyawan dengan  nilai tambah (value added)
Dalam setiap rekrutmen dengan HRD atau User juga tak mungkin perusahaan mencomot dengan "tang ting tung" semata saja.
Maka teruntuk yang sudah dipilih, apakah memang sebegitu bencinya pada pekerjaan? Nyatanya perusahaan telah memilihnya dari banyak orang.
Mereka dipilih terpilih dari banyak orang yang mencari. Jika benci maka tinggalkan, jika suka maka bertahan dengan tak terpaksa.
Karena memang seseorang akan berekspresi tentang apa yang Ia rasakan. Ia mempunyai teman dan berbagi cerita. Siapa yang jamin jika tak akan terpengaruh? Siapa yang yakin jika tak ada yang terpancing dan memposisikan diri layaknya si pencerita? Jika buruk, akibatnya memang akan membuat prinsip ketidakyakinan terhadap semua yang Ia lakukan.
Sebuah cerita bisa menjadi aura dalam lingkungan dan menyebar entah itu buruk atau baik.
Akibatnya? Seseorang itu akan dicap sebagai pembawa pengaruh aura buruk.
Personal branding Ia dapatkan adalah sebagai si pengeluh. Dan untuk perusahaan? Akan terkena imbasnya akibat efek voice to voice Mereka yang mereview secara subjektif.
Seseorang yang dipekerjakan pastinya diperkirakan melebihi ekspektasi oleh perusahaan. Bukan hanya lugas dalam melaksanakan jobdesk saja. Namun harus melebihi lingkup skill lain, inovatif, solutif , revolusioner dan kemampuan diluar harapan mengingat adanya keadaan anomali dalam setiap pekerjaan dan perusahaan.