Mohon tunggu...
Muhammad Azry Zulfiqar
Muhammad Azry Zulfiqar Mohon Tunggu... Ilustrator - Independent Writer

Coffee, Fee, Fee muhammadazry34@gmail.com Blog: https://horotero.wordpress.com/ Bekerja dan mencuri waktu berselingkuh dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

'Kapan Bayar?' dan 'Kapan Nikah?' yang Sensitif

21 Januari 2021   10:48 Diperbarui: 21 Januari 2021   11:04 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pexels.com

Dua kalimat pertanyaan dalam satu judul diatas memang banyak jadi perbincangan bahkan meningkat menjadi pertentangan. Bisa dikemas dalam unsur komedi, keseriusan maupun sosial belaka. Dua pertanyaan tersebut paling sering memuntahkan tawa dan memunculkan rasa emosi dan bersifat tabu. Namun siapa sangka, dibalik dua pertanyaan tersebut mengandung sifat yang sensitif. Untuk sekedar lucu-lucuan jelas bisa namun kalau serius? Lihat saja.

Untuk pertanyaan "kapan bayar?" ialah tentang hutang. Semua hutang adalah janji termasuk sebagian besar itu berupa uang. Mengenai hutang, ini jelas sensitif karena menyangkut masalah kepercayaan, gengsi, uang dan janji. Seseorang yang meminjam uang jelas butuh keberanian dan harus membuang sifat malu. Butuh contoh? bagaimana jika Dia dengan enteng menjawab "Yah elah cuma segitu aja perhitungan" seperti itu kalimat pamungkas nan defensif dari si peminjam uang. Lalu Anda mau jawab apa? apakah Anda akan ribut karena uang? tidak bukan? ujung-ujungnya jadi bahan pembicaraan bukan? Ya sudah pasti, karena sesuati yang menimbulkan kesan pasti lah akan nikmat jika dibagikan. 

Lalu, bagaimana jika Si peminjam uang memasang raut wajah yang tidak bersahabat seakan memperlihatkan bahwa dirinya merasa kesal? tentu Anda tidak tega, gak enakan ataupun merasa ya sudahlah ikhlasin aja. Hutang itu normal karena siapapun baik dari orang, pengusaha, level pedagang mikro maupun makro bahkan perusahaan pun melakukannya. Tetapi akan jadi tidak normal jika yang berhutang tidak menepati janjinya dalam mengembalikan uang. 

Faktanya, kondisi ini yang bisa membuat khawatir pihak yang meminjamkan uang dan bukan yang meminjam uang. Tanya kenapa? bukankah Mereka yang harusnya lebih khawatir bukan karena dikejar batas pembayaran? Justru kebanyakan di area sosial, pemberi hutang tidak terlalu tega untuk menagih meskipun sudah sangat lewat masa jatuh tempo. Mengapa? faktor utamanya adalah karena kedekatan atau persahabatan.

Pernahkah berpikir bahwa jika ada seseorang yang berhutang kepadamu.  Ia sudah dekat layaknya sahabat dan ketika Kamu sedang menjalani momen-momen persahabatan yang hangat, lalu Kamu teringat kewajiban yang belum Ia kembalikan. Apakah dengan menagihnya Kamu khawatir? Ya jelas. Perasaan itu pasti ada. Sebenarnya tidak perlu was-was karena memang itu adalah hak Anda. Mau mengikhlaskan tidak apa-apa dan mau menagihnya juga lakukan saja dengan sopan. Karena masalah utamanya adalah tidak ada tindakan penagihan dan mengikhlaskan serta cenderung didiamkan yang membuat hati pun kesal.

Lalu hal yang serupa adalah kalimat "kapan nikah?" dan apakah Anda pernah mendengarnya? apakah sudah pernah ditanyakan? jelas jika sudah berumur 25 tahun keatas bukan? Ya, terutama kepada wanita. Ini jelas sensitif karena menyangkut masa depan orang yang seakan "ditodong" oleh si penanya. Ini menjadi beban serius dan kasus nya lebih banyak terjadi kepada wanita. Padahal, wanita itu sensitif dan memakai hati dimana jika ada satu hal saja yang tidak Ia sukai atau membekas, bisa sampai beratus-ratus hari mengganggunya.

Untuk semua yang bertanya, apa motifnya menanyakan hal ini? apakah Anda akan memberikan andil? apakah Anda penting sehingga harus menodongkan pertanyaan itu dan segera mengabulkan permintaan itu? Jika akhirnya nanti menikah, apakah Anda puas dengan pernikahan Saya? kecuali Anda adalah orang tua kandung yang pasti bahagia melihat anaknya menikah. 

Sebenarnya pertanyaan ini lebih mengguncang psikologis orang secara tidak langsung. Dengan pertanyaan seperti itu, bahkan siapapun yang ditanya akan ketakutan, khawatir dan bingung sekalipun Ia sudah mempunyai pasangan. Ia akan khawatir dan membandingkan dirinya dengan orang lain yang ujung-ujungnya tidak tertarik kepada pernikahan. Bahaya sekali bukan? bahkan ada yang berkata "pernikahan hanya seperti list dan kompetisi siapa yang cepat saja" seperti itu.

Selanjutnya, ini tabu karena memang secara tidak langsung membuat sebagian orang yang ditanya berfikir bahwa apakah dirinya akan menikah? dengan siapa? apakah ada yang mau dengan Saya nanti? Jika ada yang berdalih bercanda ya oke saja. Namun tidak semua orang bisa menerima 2 kata pertanyaan singkat tersebut. Dan jika ada yang berdalih hanya sekedar untuk motivasi, alangkah baiknya jika mengganti kalimat "kapan nikah?" dengan kalimat "Cepet nyusul yah! Semangat!" atau "ditunggu undangannya ya!" yang terlihat lebih hangat dan memotivasi. Tentu sangat berbeda sekali dengan pertanyaan "kapan nikah?" yang terkesan menagih dan agak membuat risih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun