Mohon tunggu...
Dwi Bima
Dwi Bima Mohon Tunggu... -

bersikap lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Peran Pemerintah dalam Masalah Kabut Asap

8 Oktober 2015   10:23 Diperbarui: 8 Oktober 2015   10:42 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masalah kabut asap yang melanda sejumlah propinsi di Indonesia, bahkan menyebar hingga negara tetangga, kian hari penyelesainnya menjadi semakin kabur. Turunnya presiden ke medan area kawasan terdampak juga terasa tidak memiliki perubahan yang signifikan. Meskipun begitu, tindakan presiden tersebut tetap perlu di apresiasi dengan evaluasi juga tentunya. Jangan sampai tindakan tersebut hanya angin lalu dan penunjukan diri saja jika pempimpin kita memang dekat dengan rakyat namun tak memiliki arti sebenarnya. Dalam pengamatan saya, sangat lucu juga jika presiden sudah turun langsung namun tindakan yang dilakukan belum terasa gaungnya. Memang persoalan ini tidak selesai dalam hitungan hari setelah presiden kita turun, namun informasi dari media cetak dan elektronik dari masalah kabut asap tetap saja menjadi headline utama.

Adalah hal yang aneh memang di negeri ini, ketika masalah kabut asap yang dihujat di sana sini tapi nyatanya itu adalah penyemain dari pemerintahan sendiri. Dari undang-undang No.32/2009 mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, setiap warga negara kita di diperbolehkan melakukan pembakaran lahan dengan luas maksimal 2 hektare (ha). Alasan di terbitkan peraturan tersebut sangat-sangat jelas, motif ekonomi. Dengan undang-undang tersebut perusahaan yang berbasis produksi di hutan akan mengemat biaya 5 juta/hektar ketimbang menggunakan cara manual. 

Parahnya lagi, seperti yang sudah-sudah, pemerintahan kita seperti tidak memiliki sinergi antar lini. Presiden sudah capek-capek turun, namun Menteri Kehutanan di sebuah media enggan menyebutkan siapa pelaku dalang pembakaran hutan. Alasannya sangat simple yang saya baca saat itu, yaitu adanya konsesi-konsesi kehutanan dengan korposari untuk menyelesaikan masalahan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup lewat pengadilan. Baru setelah ada desakan, pemerintah kemudian merilis sejumlah perusahaan nakal yang membakar hutan tidak sesuai konsesi yang sudah ada. 

Beberapa pekan yang lalu juga, pemerintah telah menolak sejumlah bantuan negara tetangga menangani kasus kabut asap ini. Saya kurang tahu alasannya, namun yang pasti ini telah melanggar sebuah konsesi di ASEAN yang di sebut ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. Dalam artikel ke 12 di undang-undang tersebut, jelas pemerintah bisa meminta bantuan ASEAN Centre jika kesulitan dalam penanganan kabut asap. Biaya 150 juta setiap penerbangan untuk penyiraman air di titik hot spot, kabarnya menjadi masalah pelik yang dihadapi pemerintah saat ini.

Justru ketika Singapura mendesak pemerintah menyelesaikan masalah ini, ada oknum pemerintah yang saya dapat dari media, jika Singapura teralu banyak menuntut dalam masalah kabut asap ini dan lupa jika mereka telah mengambil banyak manfaat dari Indonesia di hari-hari lain. Saya pikir, komentar seperti ini tidak menunjukan komentar seorang birokrat yang baik, tidak sopan seakan-akan merasa benar sendiri.

Dalam asumsi saya ''mungkin'' masalah kabut asap ini memang sengaja di buat oleh pemerintah. Pertama persoalan bisnis, contohnya bisa dari salah satu korporasi yang kabarnya sering bermain dalam kabut asap saat ini, yaitu korporasi kelapa sawit. Dalam laporan yang di rilis oleh Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) tahun 2009, jika Indonesia adalah penyumbang 44% kebutuhan kelapa sawit dunia.

Dunia kelapa sawit kita sedang kejar target untuk mempertahankan prestasi tersebut di tengah isu pelemahan perekonomian dunia. Kemudian asumsi saya kedua adalah untuk memaksa Singapura kembali duduk di meja perundingan, untuk merundingkan persoalan ekstradisi koruptor dan pengembalian otoritas penerbangan di beberapa wilayah Indonsia yang dikuasai Singapura.

Perjanjian ekstradisi koruptor dengan Singapura mandek karena Singapura mencantumkan perjanjian pertahanan dalam perjanjian ekstradisi tersebut dan tidak bisa diterima pemerintah pusat. Kemudian pengaharapan pemerintah untuk mendapatkan otoritas penerbangannya di wilayah Batam dan Pangkal Pinang yang selama ini dikuasai Singapura. Dengan memberikan kabut asap ke Singapura, negara tersebut merugi milyaran dolar dan diharapkan kabut asap bisa mempengaruhi Singapura mengikuti kehendak pemerintah pusat. Politik dan pembangunan ekonomi selalu memakan korban yang sudah-sudah, korbannya adalah manusia. Dan pemerintah turut andil dalam menggorbankan rakyatnya sendiri.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun