Mohon tunggu...
Sastyo Aji
Sastyo Aji Mohon Tunggu... -

Mahasiswa di Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik FEUI\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Metode Pengadaan Langsung: Pencegahan Korupsi dan Perlindungan Usaha Kecil Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

17 September 2014   18:55 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:25 1120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembenahan kebijakan di bidang pengadaan barang dan jasa yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia melalui revisi Perpres Nomor 54 tahun 2010 menjadi Perpres Nomor 70 tahun 2012 menandakan bahwa Pemerintah memiliki niat untuk mengefektifkan pengadaan barang dan jasa di Indonesia. Perubahan ini dilandaskan ada pertimbangan Presiden dalam rangka percepatan pelaksanaan pembangunan melalui pengadaan barang dan jasa Pemerintah yang efektif.

Salah satu poin perubahan pada Perpres Nomor 70 tahun 2012 adalah batas nominal pengadaan barang dan jasa pemerintah yang dilaksanakan dengan metode pengadaan langsung yang semula pada Perpres Nomor 54 tahun 2010 ditetapkan pada angka Rp 100 juta dinaikkan menjadi Rp 200 juta. Penambahan batas nominal pengadaan langsung ini bukan tanpa dasar. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) bermaksud memberikan kemudahan bagi Pemerintah untuk dapat meningkatkan realisasi penggunaan anggaran belanja Pemerintah sehingga pada akhirnya memberikan stimulus pada pertumbuhan ekonomi.

Terlepas dari tidak tercapainya segi manfaat dan kebutuhan dari Pengadaan barang dan jasa Pemerintah, lebih dari 20 tahun silam, Profesor Soemitro Djojohadikusumo sudah mengisyaratkan bahwa sekitar 30% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bocor akibat praktik KKN yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan barang dan jasa. Memang, kenyataannya hingga kini kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah masih berpotensi menjadi ladang subur korupsi. (Kementerian Keuangan, 2007).

Data hasil survei tahun 2011 Transpar­ency International, Indeks Persepsi Ko­rupsi (Corruption Perception Index/ CPI), menunjukkan Indonesia berada di peringkat 100 dari 183 negara yang disurvei. Indonesia menempati skor CPI sebesar 3,0, naik 0,2 dibanding tahun sebelumnya (2010) sebesar 2,8.

Terbitnya Peraturan Presi­den Nomor 70 tahun 2012 ten­tang Perubahan Kedua Atas Per­pres Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan Barang/Jasa Pemerintah memiliki kekura­ngan dan kelebihan. Di satu sisi ini merupakan te­ro­bosan supaya penggunaan ang­garan bisa cepat teralisasi, tidak melalui proses lelang yang banyak makan wak­tu. Di sisi lain, risiko kerugian negara karena kecurangan anggaran juga berlipat-lipat.

Deputi Bidang Hukum LKPP, Jalaludin Abubakar menyatakan bahwa pengadaan langsung Rp 200 juta berpotensi rawan penyimpangan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD), kementerian, lembaga maupun instansi pemerintah. Potensi rawan penyimpangan itu dicontohkan seperti praktik korupsi, persekongkolan, monopoli dan atau sengaja menghindari pelelangan dengan cara memecah-mecah nilai satuan proyek seperti dari nilai Rp 1 miliar menjadi 5 paket masing-masing senilai Rp 200 juta.

Sementara itu, LKPP sebagai pembuat kebijakan pengadaan barang dan jasa Pemerintah justru menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat dan aparat penegakan hukum tentang pengawasannya. LKPP sendiri tidak melakukan pengawasan sebab tugas utamanya hanya membuat kebijakan pengadaan barang dan jasa agar penyerapan anggaran lebih efektif dan efisien. (medanbisnisdaily.com, 2012)

Keleluasaan pelaku usaha kecil untuk menjadi Penyedia barang/ jasa dalam sebuah instansi Pemerintah yang tanpa batasan menumbuhkan simbiosis mutualisme antara perangkat pengadaan barang dan jasa dengan penyedia barang dan jasa. Perlindungan bagi usaha kecil dalam Undang-Undang No.5/1999 tentang  Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, seperti didesain untuk luput dari praktik KKN dalam pengadaan langsung. Metode pengadaan langsung seolah menjadi duri dalam daging dalam upaya pemberantasan Korupsi di negeri ini.

Postur Anggaran Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah pada APBN

Pada tahun anggaran 2013, porsi belanja Pemerintah Pusat yang melalui mekanisme pengadaan sebesar 34% dari total APBN, sedangkan pada anggaran belanja Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota/ Kabupaten sebesar 44%. Total anggaran belanja Pemerintah yang menggunakan mekanisme pengadaan dalam skala Nasional tercatat sebesar 36%. (Sumber: LKPP)

Dari 36% total belanja pengadaan barang dan jasa Pemerintah, sebanyak 70% dilaksanakan dengan metode non e-procurement. Di Pemerintah Pusat sendiri, pengadaan barang dan jasa yang menggunakan metode e-procurement hanya 26%. Kecilnya porsi e-procurement ini disebabkan karena banyaknya Satuan Kerja yang masih menggunakan lelang konvensional dan pengadaan-pengadaan yang pagunya dibawah Rp 200 juta.

LKPP telah melakukan kampanye untuk penggunaan e-procurement dalam pengadaan barang/jasa sejalan dengan Instruksi Presiden No. 17/2011 tentang pencegahan dan pemberantasan korupsi, yang mengharuskan lembaga pemerintah pada tahun 2012 melakukan lelang secara online: sebanyak 40% anggaran pengadaan (untuk provinsi/kabupaten/kota) dan 75% (untuk lembaga di pusat). Namun sampai saat ini, belum ada statistik resmi capaian instruksi ini, termasuk sanksi apa yang diberikan kepada lembaga pemerintah yang gagal mencapai target.

Usaha Kecil Dalam Perspektif Persaingan Usaha

Perlindungan akses usaha pelaku usaha kecil ini dapat kita lihat dalam tujuan pembentukan Undang-Undang No.5/1999 yang menggariskan terwujudnya iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil (vide pasal 3b).  Artinya, Undang-Undang menghendaki adanya kebijakan persaingan usaha yang secara sistematis mempertahankan kesempatan berusaha yang sama antara pelaku usaha besar, menengah dan kecil ini. Hal yang dari sudut penegakan hukum menjadi tugas KPPU dan dari sudut kebijakan menjadi tugas regulator dalam hal ini Pemerintah untuk mewujudkannya.

Bentuk perlindungan akses ini adalah kesadaran dari legislative untuk memberikan pengecualian bagi pelaku usaha kecil dari penerapan Undang-Undang sebagaimana diatur pasal 51 huruf h). Dengan demikian, larangan dan sanksi dalam Undang-Undang ini tidak berlaku bagi pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil. Dengan penafsiran sistematis, definisi usaha kecil ini dapat diketahui dari UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Kecil, Mikro dan Menengah. Undang-Undang ini menentukan bahwa usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar dengan kekayaan bersih di luar tanah dan bangunan lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak Rp. 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 Juta sampai dengan paling banyak Rp 2,5 Milyar.

Praktik Korupsi dalam Pengadaan Langsung

Lantas, bagaimana jika pelaku usaha kecil melakukan praktik suap dan gratifikasi dalam pengadaan langsung? Berdasarkan hasil pengamatan penulis yang bertugas sebagai Panitia Pengadaan Barang dan Jasa, modus suap dan gratifikasi telah membudaya dalam paket-paket pengadaan langsung. Telah menjadi kewajaran di kalangan Penyedia Jasa jika sebagian dari pembayaran yang diterima atas pengadaan barang/ jasa yang sudah selesai dikerjakan dibagi-bagikan kepada perangkat pengadaan barang/ jasa baik dengan atau tanpa perjanjian sebelumnya.

Negara Republik Indonesia telah berkomitmen untuk mewujudkan persaingan usaha yang sehat melalui penetapan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Persaingan Usaha yang diatur dalam Undang-undang tersebut adalah persaingan antar pelaku usaha dalam kegiatan produksi dan memasarkan barang/jasa. Persaingan usaha tersebut harus dilakukan dengan cara yang jujur dan tidak melanggar hukum serta tidak boleh menghambat persaingan usaha itu sendiri. Salah satu bentuk perbuatan yang dianggap sebagai persaingan usaha tidak sehat adalah persekongkolan dalam tender.

Begitu pula komitmen untuk memberantas korupsi, praktik memberikan sejumlah uang dari penyedia jasa kepada perangkat pengadaan barang dan jasa dapat digolongkan sebagai bentuk suap ataupun gratifikasi yang secara jelas diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap, Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta diatur pula dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dari sisi Pengadaan Barang dan Jasa, munculnya suap ataupun gratifikasi disebabkan karena adanya pertentangan kepentingan antara Penyedia Barang/Jasa dengan PPK dan atau anggota ULP/Pejabat Pengadaan. Pada penjelasan pasal 6 huruf e Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa untuk menghindari pertentangan kepentingan, maka para pihak dilarang memiliki peran ganda atau terafiliasi. Pertentangan kepentingan antara Penyedia Barang/Jasa dengan PPK dan atau anggota ULP/Pejabat Pengadaan digolongkan sebagai afiliasi, yaitu keterkaitan hubungan, baik antar Penyedia Barang/Jasa, maupun antara Penyedia Barang/Jasa dengan PPK dan atau anggota ULP/Pejabat Pengadaan.

Tidak ada yang keliru dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang mengatur persaingan usaha dan pemberantasan korupsi di negeri ini. Kita hanya perlu menafsirkan tujuan dari kebijakan perlindungan terhadap Usaha Kecil dengan menerapkan instrumen-instrumen kebijakan pengadaan barang dan jasa yang tepat.

Di akhir tulisan ini, Penulis berharap jajaran Penegak hukum bisa lebih komprehensif dalam melakukan pemberantasan korupsi. Jangan hanya menangkap koruptor kelas kakap, tapi membiarkan benih-benih koruptor bermain di proyek kecil-kecilan. Mengutip perkataan Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, Denny Indrayana, pada saat memberikan arahan kepada pegawai di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI, “...Satu Rupiah pun, tidak akan mengubah korupsi jadi halal...”.

Sumber Referensi

Sopian, A. (2013), “Strategi pengadaan barang”, Retrieved September 13, 2013, from http://www.bppk.depkeu.go.id/bdk/palembang/attachments/204_Strategi Pengadaan Barang.

Departemen Keuangan Republik Indonesia, (2007), Penggelembungan Anggaran Modus Laten Korupsi, terdapat di situs http://www.anggaran.depkeu.go.id/web-content-list.asp?ContentId=88, diunduh tanggal 19 Juni 2014.

medanbisnisdaily.com, (2012), Deputi Bidang Hukum LKPP Akui PL Rp 200 Juta Rawan Penyimpangan, terdapat di situs http://medanbisnisdaily.com/news/arsip/read/2014/04/21/91216/kerajinan_berbahan_dasar_kerang/#.U6Iqp7Fn0nU, diunduh tanggal 19 Juni 2014.

Simatupang, Tommy dan Kartika, (2013), MANAJEMEN PENGADAAN PUBLIK, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, JURNAL PENGADAAN VOLUME 3-NOVEMBER 2013, HAL 74-80.

sinarharapan.co, (2013), ICW: Potensi Korupsi Semakin Tinggi, terdapat disitus http://sinarharapan.co/news/read/27801/icw-potensi-korupsi-semakin-tinggi, diunduh tanggal 19 Juni 2014.

Fanny, E. Atmadja dan Djokopranoto, Richardus, (2013), SEBUAH PETA JALAN PROFESIONALISASI PENGADAAN DI INDONESIA: Pendekatan Pemikiran-Pemikiran Barudari Best Practices Pengadaan Industri Migas, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, JURNAL PENGADAAN VOLUME 3-NOVEMBER 2013, HAL 96.

Hadisaputra, M. Trisno, (2012), Porsi Anggaran PengadaanBarang/Jasa pada APBN, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, JURNAL PENGADAAN VOLUME 2-NOVEMBER 2012, Hal. 18-37.

Priyatna, Nanang, (2012), Mengapa Korupsi (Tetap) Ada, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, JURNAL PENGADAAN VOLUME 2-NOVEMBER 2012, Hal. 50.

rmol.co, (2012), Nilai Batas Pengadaan Langsung Dinaikkan Menjadi Rp 200 Juta , terdapat di situs http://www.rmol.co/read/2012/08/10/74233/Nilai-Batas-Pengadaan-Langsung-Dinaikkan-Menjadi-Rp-200-Juta-, diunduh tanggal 28 Februari 2014.

Wahid, Fathul, (2013), e-Katalog Pengadaan Barang/Jasa Publik, terdapat di situs http://fathulwahid.wordpress.com/2013/02/05/e-katalog-pengadaan-barangjasa-publik/, diunduh tanggal 19 Juni 2014.

Junaidi, A. (2013), KPPU Melindungi Akses Usaha Kecil, tedapat di situs http://www.kppu.go.id/id/2013/03/kppu-melindungi-akses-usaha-kecil/, diunduh tanggal 27 Juni 2014.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun