Sudah tidak asing bagi kita mendengar bahkan membaca berita bahwa banyak proyek pembangunan infrastruktur yang mangkrak disana sini. Baik karena kendala pembebasan lahan, korupsi anggaran, izin proyek dan yang paling sering adalah karena kurangnya dana untuk proyek tersebut. Dengan beberapa kendala ini, maka proses pembangunan cenderung dihentikan, atau ditunda sembari menunggu turunnya dana atau menunggu proses pembebasan lahan dan pengurusan izin-izin proyek tertentu. Proses pembangunan yang mangkrak banyak dijumpai di seluruh wilayah di Indonesia, dari kota-kota kecil, hingga kota-kota besar. Macam pembangunannya pun beragam, mulai dari gedung-gedung tinggi hingga sarana-sarana umum. Salah satu kota besar di Indonesia yang terdapat beberapa pembangunan yang mangkrak adalah Surabaya.
Di Surabaya sendiri, terdapat beberapa mega proyek pembangunan termasuk di dalamnya rencana pembangunan MRT (Mass Rapid Transport). Pembangunan MRT menjadi target prioritas bagi pemerintah kota untuk segera direalisasi. Pasalnya, dengan jumlah penduduk yang terus bertambah, pertumbuhan kendaraan dan jalan tidak sebanding sehingga kemacetan terjadi dimana-mana. Dilihat dari urgensitas infrastruktur tersebut, pembangunan MRT ini dapat mengurangi kemacetan akibat banyaknya kendaraan bermotor dan meningkatkan perekonomian Surabaya hingga tujuh persen (Suara.com). Pemerintah sudah mempunyai niatan yang besar untuk merealisasikan proyek tersebut, namun masih terkendala pada masalah dana.
MRT dibutuhkan untuk memudahkan transportasi dalam kota, karena sifatnya yang dapat memuat banyak penumpang dalam sekali angkut, yang akibatnya dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi di jalan umum, sehingga mengurangi kemacetan. Wali Kota Surabaya juga sudah mengkaji beberapa keuntungan yang didapat dengan adanya MRT, beberapa diantaranya adalah karena di Surabaya sendiri penduduknya amat padat, penggunaan bus jelas tidak efektif, namun jika menggunakan MRT, jika penumpang ramai bisa menggunakan 5 rangkaian gerbong kereta secara langsung, namun apabila sepi, bisa disesuaikan. Dan keuntungan lainnya adalah dengan rel MRT, bisa terkoneksi dengan Intelligent Transportation System.Jadi seperti di Margorejo dan Wonokromo, lampu merah bisa langsung diatur merah sejak kereta akan melintas beberapa meter sebelumnya.
Pemerintah Kota Surabaya juga sudah melakukan kajian pra studi kelayakan, studi AMDAL Lalu Lintas, Park and Right, Detail Enginering Design(DED) serta melakukan relokasi termasuk menyediakan feeder. Dalam roadmap pemerintah MRT yang akan dibangun di Surabaya dimulai pada jalur utara-selatan. Jalur tersebut menghubungkan Terminal Joyoboyo dan Pelabuhan Tanjung Perak sepanjang 15 kilometer dengan dilengkapi 26 stasiun.
Melihat berbagai permasalahan transportasi yang ada di Surabaya saat ini, dituntut adanya akselerasi pembangunan secara holistik dalam penyelesaian masalah tersebut. Walikota Surabaya, Tri Rismaharini memperkirakan anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan MRT sekitar Rp. 2,4 triliun dimana kesepakatan awal dengan pemerintah pusat pendanaan proyek ini berasal dari APBN. Sedangkan pengalokasian APBN hanya sebesar Rp 155 miliar sehingga masih dibutuhkan dana yang besar untuk menutupi kekurangan dana tersebut.
Lalu bagaimana menutupi kekurangan dana tersebut? Apakah dari alokasi APBN murni atau alternatif pembiayaan lainnya?
Solusi yang penulis tawarkan terkait ketersediaan dana tentunya dengan melakukan kerjasama dengan pihak swasta dengan menggunakan konsep KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha). Bagi pemerintah baik daerah atau pun kota pembiayaan pembangunan infrastruktur dengan mengandalkan APBN/APBD juga dirasakan semakin terbatas jumlahnya, untuk itu dibutuhkan pola-pola baru sebagai alternatif pendanaan yang tidak jarang melibatkan pihak swata (nasional-asing) dalam proyek pembangunan pemerintah.
Konsep KPBU ini adalah suatu bentuk kerjasama kontrak jangka panjang antara badan usaha dan pemerintah untuk menyediakan infrastruktur publik. Dalam kontrak ini terdapat skema pembagian risiko diantara para pihak. Pihak yang dapat bekerjasama tidak hanya terbatas pada entitas swasta melainkan terbuka untuk BUMN/BUMD (lkpp.go.id). Konsep KPBU ini cocok untuk mengatasi kekurangna dana pembangunan MRT karena pihak pemerintah dapat melakukan perjanjian pinjaman/utang dana dengan pihak swasta seperti World Bank atau perusahaan swasta.
Dalam proses kerjasama pemerintah dengan pihak swasta tersebut, pemerintah dapat menggunakan perjanjian BOT (Built, Operate, Transfer). Build, Operate, Transfer (BOT) adalah perjanjian untuk suatu proyek yang dibangun oleh pemerintah dan membutuhkan dana yang besar, yang biasanya pembiayaannya dari pihak swasta, pemerintah dalam hal ini menyediakan lahan yang akan digunakan oleh swasta guna membangun proyek. Pihak pemerintah akan memberikan ijin untuk membangun dan mengoperasikan fasilitas dalam jangka waktu tertentu. Setelah melewati jangka waktu tertentu proyek atau fasilitas akan menjadi milik pemerintah selaku pemilik proyek.
Diharapkan dengan mengaplikasikan skema kerjasama tersebut, baik dari pihak Pemerintah Kota Surabaya dan pihak swasta dapat menikmati keuntungan bersama dan proyek MRT dapat terwujud untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas.
Rahel P. Pamungkas