Mohon tunggu...
artikel dakwah
artikel dakwah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Batasan Aurat Wanita Muslimah di Hadapan Wanita Non-Muslim

21 Desember 2018   05:45 Diperbarui: 21 Desember 2018   06:13 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://forthenations.org

Sedangkan pendapat mazhab Hanbali lebih luas dari pendapat mazhab lainnya. Ulama fikih mazhab Hanbali berpendapat bahwa batasan aurat wanita muslimah di hadapan wanita non-muslim adalah bagian antara pusar hingga lutut. (Al-Inshaf fi Ma'rifati ar-Rajih min al-Khilaf, 'Alauddin al-Mardawi al-Hanbali, 8/24)

Jadi, wanita non-muslim boleh melihat bagian ujung kepala hingga pusar, dan ujung kaki hingga lutut dari wanita muslimah.

Kesimpulan pendapat ini adalah hasil qiyas dengan batasan aurat wanita muslimah di hadapan wanita muslimah lainnya.

Fatwa Ulama Kontemporer Tentang Batasan Aurat Wanita Muslimah Di Hadapan Wanita Non-Muslim

Syaikh bin Baz rahimahullah lebih memilih pendapat mazhab Hanbali yang menyatakan batasan aurat wanita muslimah di hadapan wanita non-muslim adalah selain bagian antara pusar hingga lutut.

Pendapat beliau ini diunggah dalam website resmi beliau binbaz.org.sa

Sedangkan Lembaga fatwa negara Qatar sebagaimana yang dipublikasikan dalam website fatwa.islamweb.net merajihkan salah satu pendapat mazhab Syafi'i yang menyatakan batasan aurat wanita muslimah di hadapan wanita non-muslim adalah bagian yang boleh ditampakkan saat beraktivitas; wajah, kepala, tangan sampai siku, kaki sampai lutut.

Sementara Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid dalam salah satu fatwanya yang diunggah di web islamqa.info, setelah menyebutkan letak faktor penyebab perbedaan ulama fikih tentang batasan batasan aurat wanita muslimah di hadapan wanita non-muslim, beliau menyatakan bahwa batasan aurat wanita muslimah di hadapan wanita non-muslim adalah sebagaimana batasan aurat wanita muslimah yang boleh ditampakkan di hadapan mahramnya.

Yakni bagian tubuh yang digunakan untuk tempat mengenakan perhiasan, atau bagian tubuh yang dibasuh ketika wudhu.

Pendapat yang beliau pilih ini merujuk kepada pendapat Syaikh Muhammad Shalih Ibnu 'Utsaimin rahimahullah yang terdokumentasikan dalam kitab Fatawa al-Mar'ah al-Muslimah (1/417). Wallahu a'lam. [dakwah.id]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun