Sikap intoleransi merupakan perilaku yang menunjukkan ketidak mampuan atau ketidak mauan seseorang dalam menerima perbedaan. Dalam konteks ini, biasanya menjurus pada perbedaan agama, ras, suku, dan budaya. Intoleransi merupakan keseluruhan hal yang menggambarkan seseorang mulai dari cara pandang, sikap, perkataan, perbuatan, pola perilaku dan pemikiran yang tidak bisa menerima setiap perbedaan dan akan menganggap hal tersebut sebagai suatu kesalahan yang harus dimusuhi dan dimusnahkan sehingga Orang dengan prilaku intoleran biasanya akan melakukan tindakan -- tindakan seperti deskriminasi, penghinaan, dan kekerasan. Hal ini jelas sangat berbahaya dan dapat mengancam rasa persatuan dan kesatuan yang dimiliki oleh bangsa Indoenesia, dimana bangsa ini terdiri dari Masyarakat multikultural.
 sejalan dengan hasil survei dari Setara institute for democracy and peace, yang dilakukan pada 2023, dan menyatakan adanya temuan mengkhawatirkan bahwa jumlah pelajar intoleran aktif di SMA dan sederajat di lima kota di Indonesia yang disurvei, meningkat di angka 5,6% dibandingkan dengan hasil survei di tahun 2016 lalu yang menyatakan siswa yang intoleran aktif adalah 2,4% .
 Contohnya adalah saat guru SMA N2 Denpasar Bali melarang siswi menggunakan hijab, kemudian terjadi juga di SMA N8 Yogyakarta yang mewajibkan siswanya untuk mengikuti kegiatan kemah di hari Paskah, dan terjadinya perkelahian fisik akibat saling menghina daerah asal di SMA Negeri 1 Arso. Konflik yang paling umum terjadi adalah konflik agama, ini bisa terjadi karena didasari oleh paham fanatik terhadap agama yang di anut. Sedangkan konflik antargolongan etnis salah satunya karena ada perasan yang mengaggap suku satu lebih baik dari suku lainnya. Hal ini menjadi Gambaran yang jelas mengenai sikap intoleransi yang masih sangat sering terjadi di kalangan siswa SMA, kasus yang telah disebutkan diatas hanyalah Sebagian kecil dari apa yang sebenarnya terjadi.
 Dikutip dari buku sistem nilai : alternatif wajah - wajah pendidikan, Rokeach memandang nilai sebagai keyakinan abadi yang dipergunakan untuk menujukkan bahwa cara berperilaku atau cara hidup tertentu lebih dipilih secara personal dan sosial dibandingkan dengan cara berperilaku atau cara hidup yang lain atau yang menjadi kebalikannya. Sehingga, sebagai seorang manusia sudah seharusnya memiliki nilai yang dapat dijadikan acuan dalam mengambil tindakan dan menjadika konsekuensinya sebagai bahan pertimabangan karena nilai tertentu penting bagi seseorang, namun tidak penting bagi orang lain. Di Indonesia sendiri memiliki semboyan "Bhineka Tunggal Ika" yang telah lahir sejak sebelum kemerdekaan dan berperan menjaga kerukunan di Indonesia. Namun pada realitanya tidak sejalan. contohnya saja sekolah yang seharusnya hadir sebagai wadah diamana anak -- anak menerima hak nya dalam meraih Pendidikan ternyata tidak lepas dari pristiwa intoleransi, maka kemudian perlu adanya kerja sama semua pihak untuk menanamkan dan menumbuhkan rasa toleransi sedari dini kepada anak -- anak yang akan menjadi nilai yang terus diterapkan hingga dewasa.
 Dalam sistem nilai menyatakan keseluruhan konsep yang saling berhubungan, saling mempengaruhi, tentang ukuran baik dan buruknya sesuatu berdasarkan keyakinan tertentu. Sistem nilai yang konsisten digunakan untuk tujuan integritas etika atau ideologi yang perlu ditindak lanjuti sebagai upaya dalam menekan perilaku intoleransi yang terjadi di kalangan pelajar SMA. Pelajar SMA merupakan generasi yang paling dekat dengan usia produktif dan akan berberan dalam melanjutkan seluruh kegiatan di dalam negara dengan kata lain sebagai generasi penerus bangsa, maka kemudian akan sangat mengkhawatirkan apabila bangsa ini akan diteruskan oleh generasi yang tidak mencerminkan nilai - nilai Bhineka Tunggal Ika.
 Dibutuhkan kerja sama berbagai pihak untuk menurunkan atau mencegah tumbuhnya sikap intoleran terhadap kalangan siswa SMA. Pemerintah, guru, dan orang tua harus bekerja sama dan aktif dalam memberikan pemahaman juga contoh mengenai berilaku yang mencerminkan toleransi kepada anak - anak, dan turut aktif berperan dalam mengontrol perilaku anak -- anak dalam intraksi di kehidupan sehari -- hari, serta memberikan teguran tegas apabila menyaksikan preistiwa intoleran yang terjadi dan sangat tidak diperkenankan bersikap acuh, karena menurut teori Naturalisme yang dikemukakan oleh J.J Rousseau, menyatakan bahwa alam adalah faktor penting dalam pendidikan anak, apabila seorang anak yang memiliki sikap intoleransi namun kemudian tumbuh dalam lingkungan toleransi maka dia akan secara alami mengikuti keadaan sekita yang mungkin mulanya karena terpaksa. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Prof. Yusril Ihza Mahendra, yang menyatakan bahwa orang dengan perilaku jahat yang berada dalam sistem yang baik. Maka kemudian dia akan berubah menjadi manusia dengan prilaku baik, begitupun sebaliknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H