Mohon tunggu...
Arther Efflin
Arther Efflin Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Writing about social issues. ✍️

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tak Perlu Dirayain, Cukup Diimani

25 Desember 2024   19:55 Diperbarui: 25 Desember 2024   19:52 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

25 Desember itu selalu jadi moment penting. Kalau lagi jalan-jalan ke mall, pasti banyak pohon natal yang dipajang dengan lampu yang gemerlap meriahnya. Ditambah lagi ada acara tukar kado, atau sekadar bagi-bagi coklat dan bingkisan untuk membahagiakan anak. Lagi-lagi kata kuncinya ada di kata "membahagiakan".

Bagaimana kamu sendiri memandang sesuatu dapat dikatakan "bahagia"? Umumnya, orang akan pergi jalan-jalan. Misal kata, reunian antar keluarga. Baik yang dari luar kota balik kampung, atau justru sebaliknya, yang dari kampung menjelajah ke kota karena acara lebih mewah. Biasanya, orang yang pulang kampung lebih mengedepankan memori yang dianggap berharga, sedangkan yang pergi ke kota justru ingin membangun memori yang tak pernah ada sebelumnya. 

Moment bersama keluarga itu terkadang tidak bisa diulang. Adapun yang bisa diulang, tetapi dengan cerita yang berbeda pula. Pun yang tidak bisa diulang, ialah karena masa yang telah usai. Entah ditinggalkan atau justru meninggalkan?

Kalau dirasa semuanya hambar karena merasa "meninggalkan" ataupun "ditinggalkan" lantas apakah esensi dari "natal" hanyalah berharga ketika dirayakan dalam kondisi lengkap atau "mewah"? Kalau melihat fakta, sebenarnya banyak juga orang yang bahagia meskipun "tidak lengkap" tersebut atau merayakannya sederhana. Melihat dari contoh di atas, secara umum juga banyak orang yang berlibur ke kampungnya ketika natal. Secara garis besar, "kampung" tak semegah kota. Tetapi mereka masih tetap bahagia. 

Percayalah, kebahagiaan yang sedang tertata rapi ialah ilusi. Ada satu hal yang dinamakan mental accounting. Peneliti menyimpulkan bahwa upaya menciptakan dunia yang lebih baik tidak cukup hanya dengan mengubah perangkat institusional akuntansi, tetapi membutuhkan perubahan cara berpikir yang fundamental tentang makna kebahagiaan dan spiritualitas. 

Maka, sebut saja point utamanya ialah perubahan cara berpikir. Yang di mana, kebahagiaan ialah hal subjektif yang dapat diterima semua orang meskipun dalam keadaan yang buruk. 

Menyelaraskan dengan hal tersebut, saya akan ambil dua contoh perbandingan. Dahulu, sekitar umur saya masih 9 tahun, saya selalu liburan natal di kota-kota maju. Terutama Jakarta dan beberapa di pulau Jawa; Semarang, Solo, Jogja. Bahagia tidak? Jelas bahagia. Apalagi seumuran anak yang "rewel" kalau melihat kota seperti Jakarta, yang didominasi oleh gedung-gedung mall lalu ada air mancur menjulang tinggi di tiap sudut mall otak saya akan beralih membayangkan sebetapa mewah barang-barang yang dijual di sana. Lantas sepulangnya saya bakalan dibelikan mainan yang gemerlap. Entah itu berupa alat tulis yang unik, dengan khas aksesoris gemerlapnya. Ataupun baju yang tak kalah gemerlapnya. Maka sebut saja, kebahagiaan dapat berupa materialis di sebagian orang atau di sebagian kondisi. 

Beda lagi dengan kondisi saya sekarang. Malahan jangankan jauh-jauh mau dibelikan barang mewah (yang dipertanyakan apa gunanya?), maka untuk bersua di hari libur saja sudah seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Sejak tanggal 23 Desember 2024 kemarin, saya tentunya melakukan panggilan video kepada orangtua kandung saya. Topik yang dibawakan tak jauh-jauh dari natal dan ujaran seberapa rindu sebab bertahun lamanya, sukar untuk kembali bertemu. 

Lalu dilanjut lagi dengan tanggal 24, saya pun di malam hari melakukan panggilan video lagi dengan topik yang sama. Bedanya, kali ini menyantumkan rasa syukur karena masih diberikan rezeki oleh Tuhan di kala bumi telah diluluhlantakkan. 

Kalau di tanggal 25 Desember 2024, tepatnya tanggal di mana artikel ini dipublikasikan, orangtua saya mengucapkan selamat karena ini adalah hari spesial. Selebihnya, mereka mohon izin untuk meninggalkan panggilan video sebab ibadah akan berlangsung. 

Dahulu, 8 tahun lalu saya terbiasa merayakan natal senyampang dibelikan barang mewah. Tapi sekarang saya mau bersua dengan keluarga pun tak dijodohkan alam. Bahagia tidak? Bahagia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun