Mohon tunggu...
Arther Efflin
Arther Efflin Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Writing about social issues. ✍️

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tak Perlu Dirayain, Cukup Diimani

25 Desember 2024   19:55 Diperbarui: 25 Desember 2024   19:52 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Jika menitikberatkan bahwa kebahagiaan harus diidentikkan dengan hal yang mewah, maka kebahagiaan bisa tergerus oleh inflasi atau bahkan harga pangan yang naik. Sejatinya alasan saya tetap merasakan kebahagiaan yang sama, tak lain dan tak bukan karena berbagi cerita dengan orangtua lantas mengingat hal-hal di masa lampau tentu menyejukkan hati. 

Suatu hal dapat didefinisikan sebagai "kebahagiaan" ialah ketika hal tersebut dapat menyejukkan hati. Sesuatu yang "sejuk" bagi orang lain, belum tentu "sejuk" bagi kita. Pun sebaliknya. 

Karena hal-hal di masa lalu tidak bisa diulang, maka ketika direduksi kembali menjadi sebuah cerita, hal tersebut akan terpampang jelas spesialnya. 

Ketika memang tidak bisa hidup layak di masa sekarang sebab keadaan yang buruk, tetapi setidaknya masih ada masa lalu yang dapat direduksi menjadi cerita di masa sekarang. 

Bisa dibayangkan, sebetapa bahagianya orang lain ketika kita membawakan cerita masa lalu dengan nuansa yang bahagia. Bisa dibayangkan betapa baiknya kita sebagai individu jika menjadikan suatu kenangan di masa lalu, menjadi sesuatu yang dapat diimani. Karena sejatinya tidak butuh untuk mengutip peristiwa yang megah untuk mengimani suatu hal. 

Perayaan natal yang dianggap kuno, dianggap sederhana, dianggap usang, masih dapat diwartakan melalui iman. Melalui iman, sebut saja kau dapat melaksanakannya kepada orang lain. Memaafkan. Menyambut. Menyumbang. Mengucapkan. Mendoakan. 

Ketika mempercayai suatu hal, sama saja menyimpan segala makna yang tertuai di masa lampau. Kembali lagi akan memunculkan pertanyaan, untuk apa jika mengemban perayaan yang mewah tanpa mengimani? Sama saja mengejar kebahagiaan, tapi tidak mengerti apa batas toleransi kebahagiaan yang dimiliki maupun yang dibutuhkan. 

Cari apa yang dibutuhkan. Lantas imani. Cukup mengemban dalam hati, tanpa membopong kemahalan. 

Apa yang ditabur di masa lalu, ialah yang dipanen di masa sekarang. Kalau menabur iman, maka sama saja menuai aksi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun