Singgah di sejumlah kota, yang diselesaikan adalah urusan kerja atau bisnis. Setelah itu cari tempat wisata dan kuliner. Urusan kampung tengah alias perut menjadi hal yang penting. Yang jadi masalah, jika tidak ke tempat-tempat resmi, maka jajanan jalanan menjad pilihan yang menarik.
Kalau ke Bandung, jajanan jalanan bejibun banyaknya. Yang mau berkerumun dengan jalan lamat-lamat pergi saja ke Lengkong Kecil di malam hari. Dijamin, macet dan bingung milih makanan mana karena sepanjang jalan itu penuh dengan makanan yang disajikan. Atau pilih di lokasi-lokasi taman di Bandung yang juga tak sulit dikunjungi, antara lain jalan sekitar Taman Saparua, Jalan Cikapundung Barat, Dipatiukur dan lainnya.
Di Kota Manado juga tak kalah ramainya. Jalan seputaran Balaikota punya pilihan banyak, mulai jajanan jalanan hingga resto-resto bisa dipilih sesuai keinginan. Juga ada di Jalan Sisingamangaraja, Jalan Korengkeng, dan di Jalan Flamboyan. Coba saja ke jalan-jalan itu di malam hari.
Di Bogor, juga mudah di dapat. Salah satunya di Jalan Raya Gunung Batu. Ini lokasi sudah lama jadi jajanan jalanan. Aneka jajanan, khususnya gaya lokal ada di situ, seperti Doclang. Tapi makanan a la - a la Korea juga sudah muncul. Selain itu ada pula yang tiap malam selalu ramai, yaitu Jalan Veteran, Pasar Suryakencana hingga Jalan Ahmad Yani dan sekitaran Air Mancur. Akan mudah mencari makanan yang disukai di sekitaran daerah itu.
Di ibu kota Jakarta. Jangan ditanya. Ratusan titik jajajan jalanan mudah ditemui. Mulai jajanan jalanan yang punya harga tinggi sampai harga yang terjangkau. Kawasan perkantoran atau kawasan dekat-dekat pasar juga menawarkan jajanan jalanan yang menggiurkan.
Sore sampai malam, saya iseng untuk ke kawasan seputar Gondangdia, Cikini dan Menteng. Hari itu banyak waktu untuk jalan-jalan melelahkan kaki ini.
Setarling
Kepanjangan dari Setarbak Keliling. Alias penjaja kopi dengan sepeda yang mangkalnya di mana-mana. Ahmad Suud, salah satu pedagang yang saya ajak ngobrol bercerita. Sudah sekitar 3 tahunan ia menjajakan kopi dengan sepeda. "Daerah sekitar Gambir, Gondangdia sampai HI," katanya adalah wilayah yang ia puatri setiap hari.Â
Kata dia, ada ratusan yang berjualan serupa dengan dirinya. "Ya, bebas aja sih Mas, mau keliling ke mana-mana. Kadang nongkrong di Gambir, Monas, sekitar stasiun Gondang ini sampai ke HI," tambahnya.
Dengan membayar 5000 rupiah segelas kopi panas atau dingin tersaji. Pembelinya, mulai karyawan, pejalan kaki dan ojol serta lainnya. Karena kebutuhan meminum kopi merupakan kebutuhan setiap orang - siapapun dia, Setarling ini menjadi solusi yang jitu.Â