Joko Widodo yang diwakilkan para menterinya dalam kabinet kerja merilis paket kebijakan ekonomi jilid IV. Dalam paket tersebut, kebijakan-kebijakan difokuskan pada persoalan upah buruh, kredit usaha rakyat (KUR), hingga lembaga pembiayaan ekspor. Tujuan dari adanya usulan formula tersebut agar para buruh tidak jatuh pada sistem upah minimum yang murah. Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, memastikan mulai tahun 2015 ini hingga kedepannya, kenaikkan upah buruh setiap tahunnya akan lebih terjamin.
Penentuan Upah Minimum Provinsi (UMP), akan ditentukan berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di masing-masing daerah. Dua parameter yang akan digunakan dalam menentukan upah buruh adalah inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Menteri Ketenagakerjaan mengatakan bahwa pemberian upah juga harus mempertimbangkan masa kerja buruh, pendidikan buruh, prestasi dan kinerjanya diperusahaan.
Penentuan mengenai upah Minimum Provinsi ini akan dievaluasi setiap lima tahun. Alasan dari adanya evaluasi setiap lima tahun sekali adalah karena perubahan pola konsumsi masyarakat Indonesia berubah setiap lima tahun sekali, sehingga melakukan evaluasi setiap lima tahun sekali merupakan hal yang tepat. Namun, ada delapan provinsi yang belum menetapkan Upah Minimum Provinsi berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), karena belum mencapai standar UMP 100 persen. Bagi daerah yang UMPnya sudah mencapai 100 persen, ia menjamin setiap tahunnya kini akan ada peningkatan UMP.
Saya keberatan dengan Penetapan mengenai Kebutuhan Hidup Layak (KHL), karena selama ini KHL dihitung setiap setahun sekali untuk menetapkan UMP tahun berikutnya. menurut Undang-undang No. 13 2003 tentang ketenagakerjaan, penetapan upah minimum mempertimbangkan KHL, produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Saya, walaupun penetapan KHL dievaluasi setiap 5 tahun sekali, kebijakan yg tidak sensitive walaupun dikatakan kenaikan atau bobot komponen KHL akan mengalami perubahan.
Pemerintah harus fokus dan keberpihakannya juga harus tegas. Saya melihat penetapan KHL ini ditujukan sebagai jaminan kepastian bagi dunia usaha dalam memperhitungkan kenaikan upah buruhnya. Artinya pendekatannya pd pemegang kapital tdk thd buruh. Dalam RPP ini juga mewajibkan dunia usaha untuk memperhitungkan struktur skala upah pekerja bukan hanya pengupahan yang berdasarkan UMP. Ini berbahaya, sy khawatir ini jadi blunder pemerintahnan Jokowi JK.
RPP ini pantas untuk ditolak. Upah buruk indonesia masih paling rendah dibandingkan negara asean dan banyak negara asia lainnya. Tdk logis perubahan evaluasi komponen KHL menjadi setiap 5 tahun sekali apalagi komponen UMP kan juga didasarkan pada "buruh belum kawin", jd tdk termasuk pertimbangan kesejahteraan istri dan anak. Menurutnya jangka waktu 5 tahun sekali adalah waktu yang sangat lama.
Saya keberatan peenyataan Menteri Ketenagakerjaan yg menyatakan RPP ini sesungguhnya merupakan jembatan bagi perubahan dan moda pergerakan buruh di Indonesia untuk masuk ke arena yang lebih subtantif. Kesejahteraan bukan melulu pada soal upah minimum namun bersama-sama berjuang untuk mencapai upah yang layak. Sudahlah hentikan retorika jangan sampai "rakyat bergerak", krn saat ini sudah sangat terbebani dan dipaksa untuk memikul beban tambahan akibat dampak pelemahan ekonomi negara.
Pemerintah harusnya sdh membuat standar hidup yang layak bagi buruh, dan memastikan hak buruh untuk mendapatkan penghasilan yang layak sSebagaimana amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2) yakni “Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” , Pasal 28D yang berbunyi “setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja” serta Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Jadi pemerintah harusnya hadir dalam konteks penguatan dan penyempurnaan hak-hak pekerja. Nnegara semestinya hadir untuk memberikan perlindungan bagi pekerja, termasuk juga hak atas jaminan bekerja, jaminan sosial, keselamatan dan kesehatan kerja, hingga hak buruh untuk berserikat juga harus menjadi perhatian bagi pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H