Indonesia adalah negeri dengan keanekaragaman luar biasa, baik dalam budaya, suku, maupun bahasa daerah. Namun, di era globalisasi, penggunaan bahasa daerah mulai memudar di kalangan generasi muda. Fenomena ini tidak hanya mengancam kekayaan budaya, tetapi juga berpotensi menggerus rasa persatuan yang tertanam dalam semboyan "Bhinneka Tunggal Ika." Lalu, bagaimana bahasa daerah dapat menjadi alat untuk memperkuat persatuan bangsa?Â
Bahasa daerah adalah cerminan identitas dan kekayaan budaya bangsa. Sebagai contoh, bahasa Jawa memiliki filosofi kehidupan yang mendalam, sementara bahasa Toraja mencerminkan nilai spiritual yang tinggi. Dengan mempelajari dan menggunakan bahasa daerah, kita tidak hanya melestarikan budaya, tetapi juga belajar menghormati keberagaman.
Sayangnya, survei menunjukkan bahwa generasi muda lebih sering menggunakan bahasa asing atau bahasa gaul dalam percakapan sehari-hari. Hal ini bisa menjadi ancaman bagi eksistensi bahasa daerah. Padahal, bahasa daerah dapat menjadi jembatan penghubung yang mempererat hubungan antarsuku. Misalnya, saat pelajar dari Sumatera belajar bahasa Sunda, mereka tidak hanya memahami bahasanya, tetapi juga mengenal adat dan tradisinya.
Untuk itu, perlu ada gerakan nyata, seperti lomba debat bahasa daerah atau pengenalan bahasa daerah dalam kurikulum sekolah. Langkah ini tidak hanya melestarikan bahasa daerah, tetapi juga menanamkan rasa cinta terhadap keberagaman.
Bahasa daerah adalah kekuatan tersembunyi dalam Bhinneka Tunggal Ika. Dengan menjaga dan menggunakannya, kita tidak hanya melestarikan budaya, tetapi juga memperkuat persatuan bangsa. Mari kita jadikan bahasa daerah sebagai jembatan, bukan penghalang, dalam membangun Indonesia yang harmonis di tengah keberagaman.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI