Pernahkah beberapa dari kalian mendengar istilah gangguan kepribadian?Â
Sebuah gangguan psikologis yang bersinggungan langsung dengan karakter atau kepribadian seseorang sehingga berpengaruh pada cara mereka berpikir, bertindak, dan merasa yang cenderung berbeda dari kebanyakan orang.Â
Salah satu gangguan yang banyak ditemui dalam praktik layanan psikologi maupun psikiatri adalah gangguan kepribadian ambang (borderline personality disorder). Karakteristik utama dari gangguan ini adalah ketidakstabilan dan impulsivitas yang menetap.Â
Mereka dengan gangguan kepribadian ambang mengalami ketidakstabilan secara emosi, proses kognitif, dan membangun relasi.Â
Impulsive diartikan sebagai rendahnya kontrol atau respon diri terhadap berbagai situasi di lingkungan sehingga berpotensi besar memunculkan konflik dalam diri maupun lingkungan sekitar. Ketika mengalami stres, muncul rasa takut diabaikan dalam diri mereka oleh orang lain yang menjadi figur utama (Sari, Hamidah, & Marheni, 2020).
Berbeda dengan penderita skizofrenia yang tampak perbedaan mencolok dengan orang lain pada umumnya, penderita gangguan kepribadian tidak menunjukkan gejala yang mencolok. Namun ketika sering bertemu dan berinteraksi, kita baru dapat merasakan keanehan dari pola pikir dan cara mereka merespon kondisi lingkungan.Â
Mungkin sebenarnya banyak dari kita yang setiap hari bertemu atau bahkan secara intens berinteraksi dengan para penderita gangguan kepribadian ambang, tetapi sebagai orang awam kita tidak memahami hal tersebut dan hanya menganggap mereka adalah "orang aneh" sehingga memutuskan untuk mengurangi interaksi atau bahkan menjauhi.Â
Sikap yang impulsif serta tidak stabil pada akhirnya membuat mereka sulit membangun relasi sosial dalam jangka panjang karena selalu berkonflik dalam relasi yang dibangun. Pertanyaannya, bagaimana mereka membangun relasi dengan keluarganya?
Saya sendiri selama berpraktik sebenarnya belum pernah menangani klien dengan diagnosa gangguan kepribadian ambang, tetapi saya memiliki kolega yang ternyata menunjukkan gejala serta karakteristik mengarah pada gangguan kepribadian ambang.Â
Saya belum berani menyatakan kolega saya tersebut (NN) benar-benar menderita gangguan kepribadian ambang karena belum ada penegakan diagnosa dari ahli dan tidak ada penanganan secara psikologis yang diberikan oleh keluarganya.Â
Singkat cerita, saya bertanya kepada salah satu anggota keluarganya bagaimana menghadapi kondisi NN.Â
Dari cerita yang ia sampaikan, saya menyimpulkan bahwa seluruh anggota keluarga setiap hari seperti berjalan di atas es yang kapan saja bisa runtuh sehingga harus sangat berhati-hati dalam bersikap.Â
Salah sedikit saja, reaksi emosi NN bisa sangat luar biasa seperti memaki, mencela, berteriak, dan menangis. Di kondisi yang berbeda, NN juga bisa langsung mendiamkan (silent treatment) orang yang dianggap membuat kesalahan padanya.Â
Tidak jarang pihak keluarga (mulai sekarang kita sebut dengan caregiver) ikut membereskan atau bahkan terkena dampak dari konflik yang ditimbulkan oleh NN di lingkungan sosial.
Gangguan kepribadian ambang tidak hanya berat bagi penderitanya, tetapi juga bagi mereka para caregiver. Meskipun sudah terbiasa, tetapi para caregiver akan selalu kesulitan memahami perubahan ekstrim yang terjadi dalam waktu singkat terhadap kondisi emosional penderita.Â
Hal ini tentunya akan menimbulkan kelelahan secara psikologis atau yang biasa kita kenal dengan istilah burnout.Â
Ahona Guha, seorang psikolog klinis dan forensik dari Australia menyatakan bahwa caregiver sering kali merasa bersalah karena mereka tidak mampu memperbaiki masalah pada penderita gangguan kepribadian ambang. Rasa bersalah ini kemudian diikuti dengan perasaan tidak berdaya, tanggung jawab, dan ketakutan akan kesejahteraan hidup penderita.Â
Caregiver melaporkan bahwa mereka berjuang untuk membangun batasan untuk merawat penderita dan merawat diri sendiri karena sering kali terpengaruh secara negatif dan terseret dalam arus krisis emosional yang luar biasa.
Agar tetap mampu memberikan perawatan dan menjaga agar kondisi diri secara psikologis tetap stabil, Ahona Guha, (2021) merekomendasikan beberapa prinsip berikut bagi para caregiver:
1. Menyadari bahwa kesulitan yang dialami oleh penderita gangguan kepribadian ambang akan berlangsung lama dan kronis. Penting bagi semua orang yang terlibat dalam proses perawatan untuk menyadari bahwa terapi bagi penderita akan berlangsung sangat lama sehingga kesabaran, ketepatan, dan konsistensi sangat diperlukan bahkan bisa seumur hidup.
2. Memahami bahwa "menyelematkan" kondisi penderita bukan sepenuhnya merupakan tanggung jawab caregiver. Sering kali caregiver akan terlalu terlibat dan bersedia mengorbankan kehidupan sosialnya agar selalu ada saat penderita membutuhkannya.Â
Penderita akan tetap memerlukan bantuan profesional (tim kesehatan mental) untuk mendukungnya dalam hal perawatan secara lebih tepat meskipun peran caregiver sudah tersedia.
3. Terlalu banyak dukungan atau bantuan yang diberikan akan menumbuhkan dependensi (ketergantungan) dan melemahkan peran penderita.Â
Penting untuk tetap memberikan tanggung jawab bagi para penderita untuk mencari dukungan sosial bagi diri mereka sendiri.Â
Mengambil alih tanggung jawab dari permasalahan yang mereka buat sendiri justru akan membuat mereka semakin bergantung. Caregiver perlu mendorong penderita untuk bertanggung jawab secara pribadi.
4. Batasan yang konsisten sangat penting untuk dibangun. Caregiver sering kali tidak menerapkan batasan dalam perawatan, tetapi mengalami peningkatan kebencian dan rasa lelah yang luar biasa sehingga pada akhirnya menjauhi penderita gangguan kepribadian ambang.Â
Beri ruang bagi diri sendiri, ciptakan batasan aktivitas mana yang dapat dibantu dan mana yang mereka dapat dibiarkan untuk bekerja sendiri.
5. Penting untuk memprioritaskan diri sendiri selain menjadi caregiver. Lakukan perawatan diri, temukan dukungan emosional untuk diri sendiri, dan keterlibatan secara sosial yang sehat (pekerjaan, teman, dan komunitas sosial).Â
Krisis pada penderita gangguan kepribadian ambang biasanya mengambil alih kebutuhan caregiver. Namun perlu diingat bahwa kelelahan pada akhirnya akan merugikan bagi banyak pihak, baik perawat maupun penderita.
Salah satu karakteristik dari gangguan kepribadian ambang yang cukup menghkawatirkan adalah sering kali mereka melakukan self-harm atau mengancam untuk bunuh diri di mana hal ini merupakan kondisi yang sama sulitnya bagi caregiver.Â
Menemukan orang lain yang dapat memberikan dukungan emosional merupakan satu hal penting yang sering diremehkan oleh caregiver.Â
Kita perlu menanamkan bahwa sebelum memberikan penanganan bagi orang lain, penting untuk menangani kondisi diri kita terlebih dahulu. Bagaimana seseorang yang "sakit" mengharapkan kesembuhkan terhadap orang yang juga "sakit".
Bukan rasa sembuh yang muncul, tetapi justru saling menularkan penyakit terhadap satu sama lain. Banyak orang yang mengesampingkan kebutuhan diri sendiri demi kebutuhan orang lain.Â
Oleh sebab itu, mari bersama-sama belajar untuk menomor satukan diri sendiri terlebih dahulu agar nantinya dapat memberikan manfaat dalam jumlah yang lebih besar terhadap orang lain di sekitar.
Sumber:
- American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorder: DSM-5TM (5th Edition). American Psychiatric Publishing.
- Guha, Ahona. (2021). Managing burnout when caring for someone with BPD. Diakses pada tanggal 20 Februrari 2023 dari https://www.psychologytoday.com/us/blog/prisons-and-pathos/202108/managing-burnout-when-caring-someone-bpd
- Sari, Ni Luh K.R., Hamidah., & Marheni, A. (2020). Dinamika psikologis individu dengan gangguan kepribadian ambang. Jurnal Psikologi Udayana 2020, Vol. 7; No.2, 16-23. doi: 10.24843/JPU.2020.v07.i02.p02.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H