Kemunculan wacana pengguliran hak angket banyak diperbincangkan akhir - akhir ini, pasalnya keberadaan pemilu 2024 diyakini oleh sebagian pihak terdapat keterlibatan secara terstruktur dan masif untuk memenangkan salah satu paslon yang didukung oleh pemerintah; mulai dari pelanggaran etik yang diterima ketua mk beserta pelanggaran etik yang kpu sebagai lembaga utama yang menjalankan proses pemilu 2024, ketidaknetralan aparat dan masih banyak lagi. Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat merupakan sebuah hak untuk melakukan penyelidikan yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang memutuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dalam kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam UU Nomor 6 Tahun 1954 tentang Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat, sekurang-kurangnya 10 orang anggota DPR bisa menyampaikan usulan angket kepada Pimpinan DPR. Usulan disampaikan secara tertulis, disertai daftar nama dan tanda tangan pengusul serta nama fraksinya. Usul dinyatakan dalam suatu rumusan yang jelas tentang hal yang akan diselidiki, disertai dengan penjelasan dan rancangan biaya. Dalam pasal 177 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disebutkan bahwa hak angket harus diusulkan oleh paling sedikit dua puluh lima orang anggota serta lebih dari satu fraksi, disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya materi kebijakan pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki dan alasan penyelidikannya. Sidang Paripurna DPR dapat memutuskan menerima atau menolak usul hak angket. Bila usul hak angket diterima, DPR membentuk panitia angket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPR. Bila usulan hak angket ditolak, maka usul tersebut tidak dapat diajukan kembali.
Sebagai negara demokrasi kita menganut menganut asas luber jurdill dalam pemilu agar tidak terjadi kecurangan. Dimana pemilu yang penuh kecurangan akan berdampak pada demokrasi yang mengalami penurunan berdasarkan data freedom house tentang indeks demokrasi indonesia berada pada 53 poin (turun dari 62 poin di tahun 2019) senada dengan itu Economist Intelligence Unit memberikan Skor demokrasi di indonesia berada pada: 6,53 (turun dari 6,71 di tahun 2022) Peringkat: 56 dari 167 negara (turun dari 54 di tahun 2022) dapat dikategori demokrasi cacat.
Pemilu sebagai pelaksanaan demokrasi dapat memiliki beberapa fungsi penting yang mendukung keberlangsungan sistem demokratis dalam sebuah negara peningkatan Partisipasi Politik, Legitimasi Pemerintah tepat, adanya Kontrol dan Keseimbangan Kekuasaan, konsolidasi demokrasi dan penyaluran aspirasi sehingga pemimpin yang dipilih benar - benar dikehendaki rakyat
Tanggal 24 Juni 2019, sidang paripurna DPRD Sulawesi Selatan kembali dilaksanakan dengan agenda penggunaan Hak Angket kepada Gubernur Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh ketua DPRD Sulawesi Selatan, H. M. Roem, SH, M.Si Sidang paripurna ini menghasilkan putusan penggunaan Hak Angket untuk menindaklanjuti beberapa hal yang diduga sebagai pelanggaran oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam menjalankan pemerintahan, dan membentuk panitia khusus hak angket. Hasil dari rapat paripurna ini dianggap sah karena disepakati anggota yang hadir. Hasil rapat paripurna yang menyetujui penggunaan Hak Angket, maka DPRD Sulawesi Selatan membentuk Panitia Hak Angket Gubernur Sulawesi Selatan dengan menetapkan 20 nama anggota yang berasal dari berbagai fraksi dengan komposisi sesuai dengan banyaknya kursi yang dimiliki dalam parlemen. Pemilihan pimpinan panitia menghasilkan Kadir Halid dari fraksi Golkar menjadi ketua panitia. Kadir Halid sebagai Ketua Panitia Hak Angket semakin menambah dinamika politik yang terjadi. Hal ini disebabkan karena sosok Kadir Halid yang merupakan adik kandung dari Calon Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Halid. Di mana sebelumnya, Nurdin Halid merupakan saingan utama Prof. Nurdin Abdullah dalam kontestasi pemilukada Provinsi Sulawesi Selatan. Beranjak dari fenomena itu,penulis melihat bahwa isu hukum ini merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji secara lebih mendalam, mengingat penelitian ilmiah tentang Hak Angket DPRD Sulawesi Selatan kepada Gubernur merupakan sesuatu yang baru.
Teori campuran menggabungkan kedua teori di atas. Teori ini berpandangan bahwa hak angket memiliki dua dimensi, yaitu dimensi pengawasan dan dimensi politik. DPR dapat menggunakan hak angket untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah, tetapi juga dapat menggunakannya untuk mencapai tujuan politik tertentu.
Beberapa pakar hukum beranggapan bahwa hak angket merupakan awal dari kemunduran demokrasi Untuk itu, para pihak yang akan menggulirkan hak angket perlu mempertimbangkan ulang dengan mengutamakan saluran hukum yang ada. "Sehingga tidak perlu mengambil langkah yang tidak seharusnya dilakukan. Saya kira parpol yang menggulirkan hak angket harus memastikan kembali, apakah upaya itu merupakan pilihan yang tepat karena telah ada mekanisme yang diberikan oleh undang-undang," ujar Saiful Anam. Sementara itu, pengamat politik sekaligus peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro mengatakan langkah partai politik yang menggulirkan hak angket di DPR RI patut diragukan. "Soliditas partai-partai pendukung pasangan calon nomor urut 1 dan 3 untuk mengajukan hak angket terhadap pemerintah soal dugaan kecurangan pemilu patut diragukan," Penggunaan hak angket sejatinya sebagai bentuk terwujudnya prinsip hukum tata Negara, check and balance. Yang hakikatnya sebagai sebuah instrumen pengawasan terhadap lembaga eksekutif.
Dalam sejarah pemilihan umum di Indonesia, selalu terdapat kecurangan berupa pelanggaran selama proses terselenggaranya pemilu. Namun, pemilu serentak pada tahun 2024 dapat disebut sebagai pemilu paling problematic pada era demokrasi pasca reformasi di Indonesia. Karena terlalu banyak pelanggaran etika yang tidak dapat disanksi secara hukum, Sehingga begitu banyak dugaan pelanggaran luar biasa dalam pemilu ini melibatkan pemerintah dan seperangkat instrumen kekuasaannya. Kini, masalah yang timbul adalah di mana pemerintah dan lembaga-lembaga negara memiliki legitimasi yang rendah dan mengakibatkan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap hal itu. Untuk itu sudah sepatutnya hak angket harus segera digulirkan oleh DPR untuk mengembalikan legitimasi dan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Namun, perlu diketahui bahwa hak angket dalam mengusut kecurangan pemilu ini sebetulnya tidak akan bisa mempengaruhi atau bahkan membatalkan hasil pemilu karena sejatinya DPR tidak memiliki wewenang sama sekali atas hal tersebut.
Dalam konteks pemilu kali ini, perlu ditekankan bahwa penggunaan hak angket sejatinya tidak dapat dipandang hanya sekadar untuk kepentingan elektoral semata, tetapi jauh daripada itu yakni diperuntukkan sebagai bentuk reaksi proaktif DPR, sebagai representasi dari masyarakat yang resah melihat keadaan a quo, untuk menindak eksekutif terkait apakah memang ada korelasi antara intervensi kepala negara atau pemerintah yang berimplikasi terhadap hasil suara pemilu. Sebab, hak angket memberi kewenangan eksklusif kepada DPR untuk menginvestigasi eksekutif atau pemain utama yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu ini yang berpotensi bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan istimewa yang dimaksud yaitu apabila objek yang diinvestigasi oleh DPR tidak memenuhi apa yang diperlukan untuk membuat terang dugaan kecurangan, maka DPR dapat menggunakan upaya paksa dengan menggunakan alat kelengkapan negara untuk membuat terang suatu dugaan kecurangan tersebut secara transparansi sehingga publik jadi tahu bagaimana kebenaran yang sesungguhnya. Output diselenggarakannya hak angket ini jika memang kecurangan itu terbukti adalah selain mengembalikan legitimasi dan kepercayaan publik juga sebagai peringatan atau bahkan penghukuman kepada kepala negara atau pemerintah bahwa tindakan yang telah dilakukan dalam hal ini sangat jauh menyimpang dari prinsip ketatanegaraan dan demokrasi di Indonesia
 Dapat disimpulkan bahwa hak angket adalah instrumen yang memberikan kekuasaan kepada lembaga legislatif, seperti parlemen atau dewan perwakilan rakyat, untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan atau tindakan pemerintah. Tujuannya adalah untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam kinerja pemerintah, serta untuk menjaga keseimbangan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif. Prosesnya melibatkan serangkaian langkah, termasuk pembentukan komisi khusus, pemanggilan saksi, dan penyelidikan mendalam terhadap isu-isu tertentu. Setelah penyelidikan selesai, lembaga legislatif dapat menyusun laporan dan merekomendasikan tindakan yang diperlukan kepada pemerintah. Kesimpulannya, hak angket merupakan mekanisme penting dalam sistem demokrasi yang memungkinkan lembaga legislatif untuk menjalankan fungsi pengawasan mereka terhadap pemerintah dengan lebih efektif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H