Teknologi kian berkembang, penggunaannya kian masif, privasi kian menipis. Banyak aplikasi-aplikasi yang meminta penggunannya menyetorkan data pribadi, seperti nomor ponsel, alamat posel, akun media sosial, bahkan nomor rekening.
Data pribadi disetor ke pihak swasta tetapi konsumennya tidak mengetahui untuk apa data-data itu digunakan. Hal itu punya potensi buruk disalahgunakan.
Kasus terbongkarnya penyalahgunaan data pribadi oleh Facebook menambah daftar panjang penyalahgunaan tersebut.
Beberapa pihak swasta bahkan menjadikan data pribadi sebagai komoditas yang diperjualbelikan demi keuntungan sendiri. Sampai saat ini, belum ada undang-undang khusus yang mengatur perlindungan data pribadi (PDP) di Indonesia.
Tenaga Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika, Donny B.U, menyatakan bahwa saat ini perlindungan data belum terakomodir dalam satu undang-undang yang utuh. Substansi atas persoalan ini setidaknya tersebar dalam 32 undang-undang. Seluruhnya masih tumpang tindih sehingga apabila terjadi penyalahgunaan data pribadi, penyelesaian atasnya masih begitu rumit.
Regulasi mengenai perlindungan data pribadi di Indonesia baru dibuat di wilayah Kemenkominfo melalui Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan data Pribadi yang ditetapkan pada 7 November 2016. Namun, belakangan, setelah pergantian kabinet dan RKUHP kembali dibahas, isu ini kembali mencuat.
Menkominfo Johny G Plate baru saja mengajukan draf undang-undang ini ke komisi I DPR untuk dibahas. Ia menargetkan penyelesaian pembahasan ini pada Oktober 2020.
Johny menyebut perlindungan data pribadi sebagai salah satu program prioritas di masa jabatannya. Sebab, dari 180 negara di dunia, 162 negara di antaranya telah memiliki peraturan tentang hal ini.
Artinya, negara lain meletakkan tema ini sebagai bagian penting dari persoalan demokrasi kekinian yang menyangkut hak dasar warga negara.
Dalam hal ini, Indonesia tentu saja tertinggal jauh dari negara-negara lain. Kebutuhan untuk melegalkan paying hukum PDP saat ini begitu mendesak.
Banyak pihak telah menuntut pengesahannya, salah satunya ICT Watch, organisasi masyarakat sipil yang berfokus pada pembangunan kapasitas sumber daya manusa atas pengetahuan dan kemampuan literasi digital. Koordinator ICT Watch, Indriyatno Banyumurti, telah lama memperjuangkan PDP.