Di seluruh dunia, produksi kopi menawarkan berbagai kesempatan kerja dan bisnis yang berkontribusi pada pembangunan sosial-ekonomi. Namun, mungkin sulit untuk membawa produk kopi ke pasar karena para petani berjuang dengan penyakit tanaman yang merusak yang mempengaruhi lahan pertanian mereka. Selain itu, pengobatan dan diagnosis penyakit daun kopi agak jarang dilakukan oleh sebagian besar petani di negara berkembang karena kurangnya peralatan dan keahlian khusus.
Masalah lain yang dihadapi petani adalah bagaimana mengukur kadar air green coffee beans (GCB) secara akurat dan cepat. Kadar air GCB sangat penting karena dapat menentukan apakah GCB siap dikirim ke eksportir atau kolektor. Umumnya petani dapat menentukan kadar air GCB dengan melihat langsung warna GCB, namun cara ini kurang akurat karena berpotensi human error. Pilihan lainnya adalah dengan menggunakan alat penguji kadar air (Cera-Tester). Tentu saja, sebagian besar petani tidak memiliki alat ini, sehingga mereka harus datang ke pabrik terdekat untuk menguji kadar air, yang mahal dan tidak efisien.
Untuk mengatasi masalah tersebut, beberapa mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang tergabung dalam program Bangkit Academy 2022 yang diselenggarakan oleh Google, GoTo, dan Traveloka telah membuat aplikasi berbasis Android yang mengimplementasikan kecerdasan buatan (AI) yang kemudian diberi nama Co-ffee. Aplikasi ini dirancang oleh Mohamad Arsya Kaukabi dari Universitas Diponegoro, Ivan Arsyaditya Prananda dari Universitas Dian Nuswantoro, Muhammad Naufal Ariiq dari Universitas Syiah Kuala, M. Rizal Firmansyah dari Universitas Bina Sarana Informatika, Muhammad Syaiful Rahman dari Universitas Telkom, Aqshol Afifi dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Fitur lain dari aplikasi Co-ffee yaitu adalah deteksi kadar air pada GCB dengan menggunakan arsitektur deep learning yang sama. Kadar air yang dapat dideteksi dengan model ini antara lain: 13 %; 13,2 %; 14 %; 15 %; dan lebih dari 15 %. Dataset berupa ribuan gambar yang digunakan untuk melatih model ini diambil langsung dari area perkebunan kopi Takengon, Aceh.  Model deep learning ini membutuhkan lebih banyak data, sehingga diperlukan augmentasi data untuk melakukan transformasi citra seperti rotasi, zoom, flip, dan transpose. Model ini memiliki akurasi sekitar 95%, tetapi overfitting terjadi karena dataset dan kualitas gambar yang buruk, sehingga fitur ini perlu dikembangkan.
Agar aplikasi kecerdasan buatan ini dapat terjangkau oleh semua kalangan, maka dibuatlah aplikasi ini untuk smartphone Android. Penggunaannya pun cukup mudah, Anda hanya perlu smartphone Android yang memiliki kamera, dan koneksi internet seadanya. Koneksi internet diperlukan karena aplikasi ini memanfaatkan cloud engine sehingga komputasi model tidak dilakukan di smartphone secara langsung sehingga tidak membuat lemot smartphone. Sedangkan kamera digunakan untuk mengambil gambar daun kopi yang berpenyakit dan/atau mengambil gambar GCB. Dari gambar yang diambil, aplikasi kemudian memberikan informasi tentang jenis penyakit tertentu dan jumlah air di GCB. .
Aplikasi ini bersifat open source, sehingga siapapun dapat berkontribusi dalam pengembangan aplikasi ini. Tentu saja, ini gratis untuk digunakan siapa saja yang menginginkannya. Aplikasi ini diharapkan dapat membuat pekerjaan petani lebih cepat dan efisien. Selain itu, kuantitas dan kualitas bahan kopi akan meningkat, yang pada akhirnya meningkatkan perekonomian masyarakat kita.
 Source code : https://github.com/arsyakaukabi/Co-ffee_BangkitCapstone
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI