Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Syukur-syukurlah!

30 Maret 2016   18:52 Diperbarui: 31 Maret 2016   00:33 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dokpri 2015"][/caption]

Kulambungkan artikel ini di rubrik edukasi! Latar penulislah menjadi motif utama hingga tulisan ini ditengger di kanal humaniora. Bahwa menulis di Kompasiana itu sebuah 'keharusan' demi mengawetkan budaya literasi di tanah air. Juntrung artikelku ini terutama pada masih adanya rasa kurang puas dan minim apresiasi pada beberapa kawan akan artikel-artikel yang ditayangkannya di media ini.

Kepada penulis berasal dari Makassar ini, hanyalah mau menyampaikan bahwa tiada sia-sianya menulis dan menulis, karena semua itu adalah rekam jejak yang terdokumentasi. Perhatikanlah dan cermatilah sebaik-baiknya bahwa betapa banyak judul-judul artikel kita yang kita sendiri telah lupa judul bahkan isinya. Andai kita tak pernah menuliskannya sendiri, boleh jadi rangka-rangka berpikir (ketika itu) benar-benar tinggal 'rangka', tak berbentuk apapun.

Kesyukuran kita sebagai Kompasianer karena masih diberi leluasa untuk menuliskan artikel seperti yang kita ingini. Bersyukurlah bila saja artikel itu ditempatkan di wilayah Headline. Kalaupun itu tidak berada di sana, syukur-syukurlah tulisan kita di zona highlight. Bilapun tak berada di sana lagi, syukur-syukur artikel kita sukses tertayang di kolom Nilai Tertinggi, ataukah Terpopuler bahkan TREN DI GOOGLE.

Seumpama tulisan kita tak berada di sana lagi, syukur-syukurlah lagi karena artikel kita selalu mendapat tempat seperti ARTIKEL TERBARU. Seumapama lagi kering pembaca, tiadalah perlu dirisau-risau sebab kita di sini memang tujuan utamanya menulis. Ya menulis. Adakah tujuan pokok selain yang ini? Tentu tidak ada yang menandingi tujuan ini, bukan? Ya menulis!

Bila ada kawan yang agak mengeluh karena sedikit hits dan pembaca, syukur-syukurlah masih ada yang 'sedikit' itu. Lalu masihlah berderet kesyukuran lainnya karena kita masih bisa membaca artikel teman-teman. Selanjutnya ada kawan menggelari dirinya sebagai silent reader. Syukur-syukurlah karena beberapa peristiwa dari silent reader, ia menjadilah seorang GRESS dan active writer.

Karena menulis itu tak diperlukan 'banyak ingin!'. Cukup satu ingin saja, ya ingin menulis. Dan biarkan sajalah keinginan itu terus bergelora di belantara kesibukan kita yang lain. Sebab sebetulnya menulis juga sebuah kesibukan! Syukur-syukurlah selalu! Karena syukur-syukur itu dapat jua menentramkan jiwa asal syukur pada yang baik-baik.

Rupa lain, syukur-syukurlah karena Anda tak gemar merecoki artikel orang lain. Lagi, syukur-syukurlah karena Anda tidak mempermalukan penulis lain di keramaian Kompasiana. Syukur berikutnya karena otak dan jemari, masih sinkron! Coba jikalau tidak sinkron, manalah sebuah tulisan terlahir seperti yang kita ingini?

Lalu Kompasianer Makassar ini bertanya: "Siapakah di antara kita yang sempurna menulis?". Jika ditemukan jawaban bahwa Si Fulan sempurna dalam menulis, maka bisa jadi Si Fulan bukanlah manusia.

Rela tiada rela bahwa kehadiran kita di sini untuk saling menggenapi, bukan untuk saling mengganjili. Ada baiknya memang jika selalu sisi-sisi humanisme ditebar di sini. Karena kita adalah kumpulan orang-orang baik, seperti asal kata 'Human'. Ya, human adalah baik.

Karena sejahat-jahatnya seseorang, itu jahat bukanlah miliknya, dia hanyalah debu yang menempel. Sebab, milik kita abadi adalah kebaikan. Ya, apapun prosesnya, tepi-tepinya adalah kebaikan! Maaf, artikel singkatku ini nampaknya sedang menggurui, tetapi jujurnya penulis karena penulis tiada tahan untuk menunda-nunda menayangkannya! Karena nasehat-menasehati adalah juga sifat dasar manusia. Hingga bumi ini tetap berimbang karena adanya rotasi dalam nasehat-menasehati, ingat-mengingatkan. Pada luput yang ternasehatkan, pada baik yang melaju ditahtakan! Sifat buruk hanyalah musafir, ia akan berlalu dari hadapan kita menuju jalannya sendiri. Selamat menulis kawan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun