[caption caption="ikhaa.blogspot.com"][/caption]
Kutatapi pohon di telapak tanah merah
Pohon berwajah dua
Satunya merimbun
Satunya meranggas
Yang rimbun-rimbun dipeluk air
Daun-daunnya berbasahan lembut
Yang ranggas-ranggas dijauhi bayu
Ranting-ranting merapuh dan berpatahan
Kutatap juga dua penulis
Penulis dua wajah
Satunya rimbun-rimbun
Satunya lagi layu-layu
Adapun penulis rimbun
Kuraba hatinya bersenyawa air
Adapun penulis layu
Tak kutemukan apa-apa di sukmanya
Barangkali saja matahari dijauhkan
Supaya penulis tiada terbakar hatinya
Begitupun hujan miliki alasan untuk turun
Jua untuk rimbunkan hati penulis
Dari kiloan perjalanan penulis
Kutapaki takdir di ujung jemarinya
Selalunya dua suratan
;Tersungkur atau berdiri
Karena jarinya sendiri
Bernasehatlah  pepohonan:
Tak perlu menulis bila mengundang mati
Lantaran sedahulunya penulis mati berkali-kali
Sebelum kematian sesungguhnya
Tetapi ada-ada sajalah penulis
Hendak mengulang kematiannya
Dengan berpena darah bertinta kesumat
Sekam merapi tak lepas-lepas dari genggam
-------------
Makassar, 12 April 2012
@m_armand kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H