Lenyap jawabku, diam dan aku di dunguku
atas pintamu untuk menjarakimu
Baik! Aku dipaksa menjauh tetapi mengapa engkau yang terbang
dilandas linglung dan air mata?
Lalu tanyaku menyibak; sanggupkah engkau titahi pintamu itu?
Engkau diam!
......................
Teranglah bila ucapan-ucapanmu itu
menawar paksa hatimu untuk dihempas dalam luluh dan lantaknya
Engkau di antara sengaja dan tak sengaja
membelati batinmu yang seluruh pori-porimu fasih menghafal
jikalau hatimu tak berbakat berpaling dari sosok dan bayangku
Sesungguhku, terpatri rasa bahagia bila engkau dalam cintamu padaku
Tetapinya seduhan sedihku mengadu-adu
bilamana engkau sebut-sebut kata jarak
Itu ucapan sempoyongan atas panas teriknya cinta
dan juga terpaan tak berampun angin topan kerinduan
Lalu keadaan malam kian tak karuan,
siang yang kian dirundung kelabu
mengundang sebangsa sakit yang tak terobati
hingga menjarakimu ini, kusisa mimpi untukmu
Kuberi engkau mimpi-mimpi
Himpunlah mimpi seindah-indahnya
Sesampai engkau terbangun oleh jatuhmu
Lalu nanti kubisikkan telingamu
jikalau mimpimu itu adalah khayal-khayal
yang dilindas sesat dan disasak kelirumu
---------------
Makassar, 29 Januari 2017
@m_armand fiksianer
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H