Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Menulis dan Komentar Itu Perjamuan

7 Desember 2015   09:58 Diperbarui: 7 Desember 2015   17:00 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Menulis dan Komentar Itu Perjamuan | Foto: Professionalimage.wordpress.com"][/caption]Menulis ibarat "aqad nikah", sedang commenting ibarat pestanya! Inilah pembuka artikelku pagi ini, sehubungan kekecewaan ringan yang penulis alami atas sikap silent yang dipupus oleh beberapa Kompasianer.

Pemahamanku makna sharing, bukanlah sebatas membagi artikel, tetapi juga membagi komentar, hingga penulis tambahkan tagline Kompasiana: Sharing-Connecting-Commenting. Manusiawilah bila penulis mengeja rasa sesal akan penulis-penulis yang enggan membalas komentar. Tak pasti apa motif sesungguhnya!

Barangkali tiada berlebihan bila penulis berkata: "Dia penulis bagus namun sayang ogah-ogahan melayani komentar....Dia kuat menulis namun lemah dalam melayani komentar". Penulis hendak analogikan; penulis itu tuan rumah. Visitor dan komentator adalah tamu. Bila digeser kepada keyakinanku sebagai Muslim, ketika bertamu di rumah orang maka disarankan untuk memberi salam, pertanda bahwa yang datang itu manusia, bukan hewan.

Bila tuan rumah mendengarnya, wajib hukumnya ia menjawab salam itu, bukan? Lalu, penulis pernah ber-humor ria, ada tetanggaku paling malas membalas salam, tak ada suara apa-apa ketika orang memberi salam. Tetapi, ketika seekor kucing memberi salam dengan gaya bermeong-meong gaduh, sang tuan rumah buka suara....Hussss hussss husssss. Nampaknya, salam kucing lebih bermartabat daripada salam seorang manusia sepertiku. Hi hi hi.

Setelah tiga kali salam, tiada jawaban, maka dipastikan bahwa tuan rumah tidak berada di dalam rumahnya itu. Dan, tamu bisa pulang. Bila bertamu sebanyak 15 kali, tuan rumahnya tak pernah menjawab salam. Bisa jadi ia sudah pindah rumah. Yang unik buatku, karena kerap-kerap juga penulis melihatnya di rumahhnya, membuat adonan kue atau membuat artikel dan melayangkannya ke Kompasiana.

Jujur, penulis merasa dilecehkan oleh sikap-sikap tuan rumah serupa itu. Tetapi tiada perlu disampaikan ke hati, cukup sampai leher saja.

Dari sudut antropologik, tak hendak 'pamerkan' ilmu antropologi yang sedang penulis geluti, tetapi penulis menemukenali bahwa antropos itu tiada akan terbentuk secara mendadak. Semuanya dimulai dari kebiasaan-kebiasaan ringan. Selalulah start dari hal-hal ringan, manalah mungkin manusia memiliki budaya berlari jika tidak diawali masa-masa merangkak, berjalan pelan dan berjalan lancar nan seimbang.

Menyusun komentar dan juga mengonsepkannya, itu pula awal-awal pembangunan budaya dalam ajang tulis-menulis. Penulis memberikan contoh nyata dari penulis 'sepuh': Pak Tjiptadinata, Pak Axtea, Pak Thamrin Dahlan, Pak Astoko Datu. Manalah ada artikel beliau-beliau ini yang menyepelekan komentator? Manusia-manusia yang tak muda begini saja, masihlah memberi ruang untuk diri mereka dalam memberi tanggapan kepada visitor! Mereka sukses membangun sebuah budaya yang luhur, dan berpotensi menjadi model bagi penulis lainnya, seumpama Si Armand ini. Itu artefak!

Pada penulis muda yang kujumpai: Mas Aji S, Mas Aldy Aripin, Mbak Mike, Cik Aryani Na, Prof.Pebrianov, Bung Ninoy Karundeng, dan duo romantic Elde-Sayeed. Mereka ini tauladan dalam layanan komentar, spirit menulis mereka, 11-12 dengan semangat kuatnya dalam menyuguhkan servis komentar.

Ya, pembaca juga butuh servis toh! Orang-orang muda ini amatlah gemilang dalam merespon satu-satu akan komentar yang masuk di artikelnya. Mereka lancar-lancar saja membalas komentar. Kenapa? Karena mereka sudah terbiasa. Itu habit. Dari habit ke habit, maka akan tercipta budaya/antropologik. Lalu ada penulis anak-anak seperti Bain Saptaman, Mas Pras, Mas Edy Sunarto. Malah orang-orang ini, kita belum komen, mereka sudah balas... Hahahaha

Penulis anak-anak itu, juga begitu berkuat-kuatan dalam memberikan servis kepada 'pelanggannya'. Kita barangkali perlu pahami jika pembaca dan komentator itu adalah customer. Sekarang, jika penulis bertanya: "Apa saja tujuan Anda menulis?". Jawaban populernya supaya ada orang yang membaca. Tujuan lainnya agar orang memberi tanggapan. Masihlah ada tujuan lain hingga orang menulis di Kompasiana ini. Kalau penulis sendiri, kerap menulis karena kangen sama seseorang. Hihihi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun