Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Lalu, Kenapa Alat Vital yang Dikebiri

23 Oktober 2015   20:57 Diperbarui: 24 Oktober 2015   13:32 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahasiswa bimbinganku, konsul judul. Ia datang dengan cerianya sambil membuka data-data tentang perilaku seksual, di handphone-nya. Dimulailah diskusi: dari soal homoseksual-heteroseksual-gaya hidup free sex di Kota Makassar. Adyatma, nama anak didikku itu. Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku FKM Unhas, yah di fakultas inilah Kompasianer Makassar ini mengabdi. Jadi penulis ini bukan di fakultas sastra, komunikasi atau kedokteran? He he he

Lalu, Adyatma sempat nyerempet soal pedophilia. Rasa-rasanya ia tertarik untuk meneliti perilaku seksual yang satu ini (yang lagi trending di Kompasiana). Namun, penulis 'memblok' keinginan mahasiswa akhir itu! Kenapa? Karena penulis akan kasihan padanya! Apa ia bisa mendiagnosis di lapangan; yang mana positif penderita pedophilia, yang mana negatif! Maka, jelaslah ini akan merumitkan baginya.

Alamat palsu

Tertegunlah penulis dari Makassar ini, saat pemerintah akan memberlakukan tindakan kebiri (entah kebiri fisikal, kimiawi, injeksi dll) kepada pelaku pencabulan seksual kepada anak-anak di bawah umur. Tiada populer barangkali bila kubertanya: "Mengapa alat vital itu yang menjadi sasaran?". Bukankah pedophilia sejajar dengan perilaku seks menyimpang lainnya seperti: incest, homo, lesbi ataukah seseorang yang gemar pamer alat vital?

Dari sedikit pengetahuanku tentang Psikologi Kesehatan, di dua dekade. Penulis mengiyakan bila soal pedophilia ada behavior disorder. Yes, sesungguhnya pelaku pedophilia itu merangkap korban juga. Ya, ia menderita kejiwaan. Tiadakah lebih manusiawi bila penderita pedophilia dirujuk ke rumah sakit jiwa? Inilah yang kusebut salah alamat. Orang menderita gangguan jiwa, mengapa alat vitalnya yang dipersoalkan? Bahkan akan diberi perlakuan agar pada alat vitalnya dari 'fungsi' menjadi 'disfungsi'. Bukan pulakah ini melanggar hak-hak reproduksi, semisal penderita itu telah sembuh dari 'sakit jiwanya?'.

Selanjutnya, penulis ini justru bertanya-tanya: "Di mana gerangan kawan-kawan yang memusatkan perhatiannya tentang perkara-perkara mental health?". Penulis bukanlah menggugat, hanya bertanya-tanya saja, sebab problematika perilaku seksual yang menyimpang, jelas soal kesehatan mental dan soal perilaku, dan soal psikologi, sekaligus soal psikiatrik! Bila narkoba memiliki BNN, mengapa perkara pedophilia yang sudah melewati ambang batas kemanusiaan itu, tak disusunkan draft pembentukan Badan Pencegahan dan Penanggulangan Penderita Pedophilia? Penulis -sampai saat ini- belum memiliki informasi akurat akan adanya badan yang mengurusi problematika kesehatan masyarakat yang satu ini.

Sila pembaca teliti judul artikelku di atas, itu amatlah sempit sebab soal kebiri itu amatlah luas cakupannya: genitalia maskulina, genitalia feminina, testosteron yang berhubungan testis, dan organ kesehatan reproduksi baik pada pria maupun perempuan. Belum lagi soal sosial, psikologi, hak azasi manusia, hukum dan politik.  

Positif palsu

Dalam screening epidemiologi, kita cukup mengenal adanya istilah positif palsu (false positive), yang menduga kuat bahwa ciri-ciri pedophilia: memiliki gestur yang baik-baik, intens bergaul dengan anak-anak, menggunakan cara-cara agar dipercaya sebagai orang yang tidak berbahaya. Bila sesederhana ini ruang lingkup pedophilia, maka penulis sudah termasuk 'pedophilia' karena penulis suka anak-anak. Mungkin juga Anda! He he he.

Maka itu, ini menjadi alasan kenapa mahasiswaku yang gagah itu, 'kularang' meneliti soal pedophilia. Khawatirku bila terjebak dalam positif palsu, memastikan pedophilia, padahal bukan! Persis kasus seorang polisi yang salah tangkap. Ini memang hal lumrah dalam riset-riset kesehatan dan kedokteran. Tetapi, bagaimanapun, ilmu dan pengetahuan tetap wajib dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan dan juga manusia, serta pada alam.

Tentu akan berbeda, bila seseorang telah divonis secara medis/psikologik dengan berbagai instrumen untuk mengukur dan memastikan orang menderita pedophilia. Jangan sampai pemerkosaan murni, disangka pedophilia. Makna lainnya, mengapa kita tak mencoba untuk melakukan upaya-upaya preventif akan prevalensi pedophilia? Bukankah ini soal predisposing mengapa seseorang bisa tercerabut martabatnya oleh mosnter pedophilia yang sungguh sulit dtemukan obatnya ini! Seterusnya, soal hukuman kebiri, penulis sulit menerima, pun sulit menolak, sebab jelas ini bersentuhan dengan tindakan kriminal (pidana) walau yang dikebiri itu, soal 'perdata' karena menyangkut 'harta dan barang berharga' seseorang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun