Sayalah Kompasianer itu, berpeluang besar meninggal dunia dengan serangan jantung. Di setiap perkuliahan, saya kerap mengumumkan pilihan kematianku, yakni MATI AKUT. Argumen psikologisku; jenis kematian ini spektakuler, masih diinginkan tapi kelewat cepat pergi meninggalkan kalian, tingggalkan anak-istri, kawan-kawan seprofesi, sahabat dan para kolega, selama-lamanya. Saat kuungkapkan jenis kematianku, mahasiswaku tertegun. Entah apa di pikiran mereka. Mungkinkah mereka berpikir: "Ah ini dosenku bicara tentang jenis kematiannya. Padahal perkara kematian adalah takdir dari Tuhan".
[caption id="attachment_207672" align="aligncenter" width="300" caption="internetsiao.com/kompas.com"][/caption]
Tercengang-cenganglah..! Sebab saya ber- Blood Type: AB. Sejak SMP, saya telah tahu golongan darah terlangka di dunia ini. Saya melakukan sendiri saat praktikum biologi, teteskan serum, dan hasilnya ditemukan dua antigen: A dan B. Beberapa tahun kemudian, saya kembali tebus rasa penasaranku, sayapun lagi-lagi membuktikannya di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar.
* * *
Ya, saya takjub atas riset Harvard University. Ratusan media merilis hasil riset universitas ternama itu, walau belum dipublikasi secara resmi -Golongan Darah AB sangat rentan serangan jantung- sayapun merasa 'terlecehkan', bahkan Kompas Health dalam submit komentar, tak sedikit golongan darah non-AB berucap: "Alhamdulillah, saya bukan goldar AB". Selanjutnya, komentator yang bergolongan darah AB, mengisahkan komentar yang pilu, sedih dan sedikit optimis untuk menjaga health style-nya.
* * *
Takutkah saya atas hasil penelitian -hampir dua dekade- yang dimotori seorang profesor di School of Public Health, Harvard University itu?. Jawabku: Tidak sama sekali. Saya malah cekikikan saat asisten profesor ini menjulurkan kalimat seperti ini: "Jika Anda telah tahu bergolongan darah AB, tahu ketatnya risiko serangan jantung. Maka dekatkanlah gaya hidup sehat, olehraga dan tak merokok". Mengapa saya tertawa-tawa atas ucapan Dr. Lu Qi, sang asisten ini?. Lagi-lagi ini argumentasi medisku: "Golongan darah AB adalah faktor risiko, bukan penyebab kematianku".
Menelaah faktor risiko bawaan dan melekat pada diri seseorang yang populer disebutkarakteristik dalam dunia kedokteran, segala itu adalah sunnatullah, natural law. Bahwa terlahir dengan lelaki, wanita, berkulit sawo, langsat, hitam, albino, bule adalah sebuah Maha Karya dari Sang Pencipta. Bahwa, seorang wanita yang berusia <20 tahun dan >30 tahun ketika melahirkan dapat menyebabkan kematian. Sungguh umur seseorang bukan penyebab kematian, lagi-lagi umur adalah faktor risiko dan bukan penyebab people is death...!
Back to topic
Apakah pesan medis dan rekomendasi psikologik dari artikelku ini?. Oh mudah sekali menebaknya. Jangan lagi ada pembaca, Kompasianer, Administrator Kompasiana yang mengetahui golongan darahnya sebatas dikotomis, hanya sebatas adminsitratif yang dibutuhkan di kartu identitas semisal KTP, SIM, Visa, Passport dan seterusnya. Pulalah, bukan sekadar keputusan-keputusan saat menjadi donor-resepien transfuri darah.
Jauh dari yang Anda bayangkan, memahami seluk beluk golongan darah Anda, menjadi referensi untuk berinteraksi antar manusia sekitar, memilih pekerjaan dan kegemaran, penataan emosional, dan berteman atau bermusuhan dengan bakteri, virus dan biomedis lainnya.