Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ironi Bimbel

10 Agustus 2014   23:05 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:53 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14076613611448848235


CUKUP simpel judul artikelku kali ini di Kompasiana. Ini wilayah pendidikan formal vs informal, guru sekolah vs guru bimbel, prestasi angka vs prestasi karakter. Ini artikel edukasi merengsek ke area sosial budaya. Betapa wajarnya produk-produk pendidikan memekarkan budaya baru, lama ataupun budaya sedang berlangsung di seputaran kita, di depan kornea mata dan di sekeliling pandangan. Sekolah jelas mengumandangkan siar kecerdasan, anak-anak dikelompokkan sedemikian rupa untuk berkembang bersama dalam perihal kepintaran otak dan pengasahan mental dari guru-guru mulia mereka.

Transisi Tanggungjawab

Kelewat sulit penulis mencari padanan kalimat akan pengalihan saluran pendidikan dari anak didik. Maksud penulid, ketika kita sebagai orangtua, menyerahkan tanggungjawab pendidikan formal ke sentra-sentra sekolah, guru-guru di sana mengambil alih tugas kita. Agar anak-anak dididik dengan baik dan benar, mental dan nilai akdemis, moralitas dan kognitif-logika.

Fakta lain, pun berbicara. Pola pembelajaran di sekolah tak menjangkau otak anak-anak sepenuhnya, hingga anak didik diminta oleh gurunya, untuk ikut bimbingan belajar di luar jam sekolah. Sulit nian kujumpai alasan mengapa anak-anak disuruh bimbel? Apakah semua ini menjadi titik kelemahan para guru di sekolah ataukah memang pembelajaran di era ini sangat gesit, sehingga sekolah-sekolah kepayahan dan kelelahan memburu akan berlari kencangnya proses pembelajaran.

Inilah yang kusebut transisi tanggungjawab: Orangtua-Guru-Bimbel. Sebuah transisi yang teramat menarik buat penulis.

Pahami visi bimbel

Adakah yang salah dengan menyertakan anak-anak di lembaga-lembaga bimbingan belajar? Pertanyaan ini sudah wajib dijawab dengan beragam kemajuan berpikir oleh para orangtua, pendidik dan guru-guru di sekolah.  Bimbel lebih dominan pada pencapaian numerik, bukan pada pembentukan mentalitas anak-anak. Bila saja bimbel mengombinasikan antara capaian akademik dan moralitas, maka habislah pendidikan formal di tanah air. Dan ini sebenar-benar tamparan bagi sekolah-sekolah formal.

Lalu, bukankah era sekarang, eranya saling melempar tanggungjawab?

***

Dalam beropini, penulis mencoba fair bahwa kehadiran bimbel amatlah membantu guru-guru di sekolah, pun membantu para orangtua murid. Namun, orangtua murid harus mengeluarkan dana ekstra untuk anak-anak didiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun