Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Puisi

(FPK) Sepenggal Asa Seorang Ayah

29 Oktober 2011   00:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:21 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kolaborasi: Emmanuelly Keisa dan Armand

Kuhanyalah seorang ayah yang akan meninggalkanmu Kapanpun itu, segalanya 'kan absolut Kuhanyalah seorang ayah dengan tubuh mulai rapuh Wajah yang terhampiri kekeriputan Tak muda kala dulu lagi Kuhanyalah seorang ayah Yang tiada henti membelalakkan hati Kuingin dawai-dawai jiwa ini Selalu untukmu Putriku Kubukanlah seorang ayah yang patriotik Menghunus pedang cita-cita untukmu Ayahmu hanyalah mengais asa seadanya Semampumu, sekuatmu dan sesederhanamu Seorang ayah menebar harapan padamu Putriku Untuk hidup dalam kesederhanaanmu Keperempuananmu dan keibuanmu Anakku Keisa Kala engkau mengajakku ke sini Kala itu kuberpikir deras Sebab kutak ingin engkau malu hati Dengan aksara-aksara jiwa tertumpah, meleleh di sini Namun cinta dan kasih sayang jua Menekadkan diriku di sini Anakku.... Bila sesuatu yang tak kusenangi darimu Sungguh kutak tega mengungkapkan padamu Nak Kulari kepada ibumu tuk mengungkapkannya Sebab kutakut menyakiti perasaan halusmu Anakku... Saat kutatap wajahmu Kusungguh mencemaskanmu Saat engkau belum juga tiba di rumah Jibunan rasa khawatir di batinku Kusangat cemas akan dirimu di luar sana Anakku... Ayah hanyalah seorang lelaki desa Sungguh kaget mengawasi perempuanku zaman ini Biarkanlah ayah dalam kedesaanku Nak Namun kusudah nikmati ketenangan dengan kesedesaanku ini Yang dulunya seorang gadis adalah mahkota dan martabat sedarah Simbol bilogik dan strata sosial Perempuanku dulu terjaga Jika sampai betis mereka terlihat oleh bukan muhrim Maka ujung badiklah yang akan bicara Nak Anakku... Sungguh sekarang tiada seperti dulu lagi Kaummu benar-benar telah berubah Meluaskan pandangannya Memanjangkan tangannya Menjauhkan langkahnya Melengkingkan suaranya di mana-mana Anakku... Betapa kuingin membutakan matamu Agar engkau tiada melihat keanehan-keanehan zaman perempuanku Yang asyik bervideo ria bernama video maksiat Anakku... Betapa kuingin menulikan telingamu Agar engkau tak mendengar dosa-dosa ghibah tentang perempuanku Yang asyik menggunjing di sana sini Dipertontonkan Anakku... Kian terasa ingin amputasi kedua kakimu Agar langkahmu terbatas Dan takkan sampai ke habitat perempuan-perempuan salah kompas Agar di kau tetap pada jalanmu Jalan perempuan yang bercita-cita menjadi ibu yang se-ibu-ibu-nya Yang tiada melengkingkan suaranya dalam kemurkaan kepada suami dan anak-anaknya Inilah sepenggal harapan ayahmu Armand lelaki desa

Nomor: 195

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun