Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Cara Tak Biasa Memancing Emosi Belajar Anak

27 April 2015   12:17 Diperbarui: 16 Oktober 2015   16:43 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14301109722018542840

Siapa yang sanggup sangkali bila guru terhebat adalah ayah-ibu? Kedua manusia inilah yang paling ngetop dalam memahami seluk-beluk anak-anaknya. Kedua manusia ini juga, akrab dalam kepusingan untuk soal-soal belajar pada anak-anaknya. Tiada angka pasti, berapa puluh juta orangtua, mengeluh atas sikon belajar anak-anaknya yang tiada sejalan dengan harapan. Dan itu sedikit menyengsarakan! Bagaimana orangtua tak galau bila jembatan menuju sukses adalah pendidikan, dan disuai hari-hari anak yang kurang rajin belajar di rumah.

***

Jenuh membaca artikel populer tentang kiat mendidik anak untuk belajar? Sudah terlalu umum? Bukankah kenyataan bahwa anak-anak kita lebih gesit menghafal nama-nama pemain sinetron, ataukah nama-nama klub sepakbola lengkap dengan hafalan pemainnya, juga nomor punggung dan warna jersey yang dipakai? Kita ‘bangga’ punya anak yang sedemikian piawai-cerdas-runtut dalam menguasai perihal itu! Sayang sekali, bukan itu yang menjadi kebutuhan kita sebagai ayah-ibu! Apa hendak dikata, anak kita lebih menghayati sinetron dan sepakbola. Hakikat psikologiknya, anak-anak menjiwai apa yang mereka inginkan, butuhkan dan asik di pandangan mereka. Tak seorangpun yang memaksanya, mengaturnya bahkan memintanya untuk menghafalkan semua itu. Justru, anak-anak bangga dengan penguasaan itu -tak diajarkan di sekolah- di kesehariannya, menjadi bahasa pergaulan bersama peer group-nya.

[caption id="attachment_412983" align="aligncenter" width="300" caption="celuktherapi.com"][/caption]

Janganlah bersegera berputus asa, pesimis atau mati langka dalam problematika dan kesusahan anak belajar, tiap-tiap kesusahan, dijumpai kemudahan di baliknya! Mari ber-Alam Nasyrah sebab tiada sempurna sepasang ayah-ibu bila anak-anaknya adalah 'barang jadi' semuanya. Sebab, 'kemalasan belajar' itu penyakit umum, manusiawi dan alamiah. Sedari dulu!

Berikut penulis uraikan kiat-kiat (sebagai ayah-ibu) untuk memancing gairah belajar anak, bisa dipraktikkan dan dapat didawamkan setiap waktu:

Audio hipnotik

Pakai metode ini, sangat sederhana, tidak neko-neko. Juga tidak berat-berat amat. Cukup membisikkan ke telinga anak-anak dengan kata-kata hipnotik seperti: Anakku cantik, rajin belajar! Bisikan lembut ini bukanlah menyuruh belajar anak-anak itu, cumalah sebuah kalimat-kalimat biasa. Memanggil anak-anak kita juga itu dengan taburan senyuman, tentunya. Inilah disebut audio hipnotik! Ucapan itu biarlah tinggal ucapan, biarkan pula gendang telinga anak-anak, terpapar dengan kata-kata kita. Ucapkan saja, setiap sempat. Ujaran kita itu akan mengendap juga di jiwa anak-anak.

Perihal memilih kata-kata, itu kembali ke ayah-ibu saja, kata-kata apa yang dpilihnya. Yang jelas, kata-kata yang baik, sugestif, dan deklaratif. Cukup sampai di situ saja, jangan lambungkan harapan bahwa anak kita akan segera belajar. Itu bukan tujuan dari metode audio hipnotik ini. Kenapa? Karena tujuan pokok dari audio hipnotik ini adalah penjelmaan kekuatan kata-kata pada non-verbal anak-anak.

Replikasi

Ini kelanjutan dari metode audio hipnotik, hanya cara sedikit berbeda. Ayah atu ibu, silakan siapkan sebuah buku pelajaran selevel dengan mata pelajaran anak kita. Kita lakukan 'replikasi', seolah yang membaca itu adalah anak kita sendiri. Silakan lakukan di posisi yang bisa terdengar oleh anak-anak kita, atau bahkan tetangga. Tetangga gak akan merasa digaduhi kok. Bacalah dengan pelan ibarat cara baca seumuran anak kita. Pastikan bahwa anak kita mendengar bacaan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun