Di kisah siang itu, kujemput seorang pelanggan, seorang anak belia. Fajar, namanya. Di kejauhan, di ujung jalan bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Kulihat anak itu bersama ayahnya. Ia menujuku, meniti papan-papan kecil, karena di seputar bandara, sedang dibangun underpass. Tanah-tanah terbongkar oleh eskapator. Mesti ada jembatan-jembatan, untuk dipakai pengguna jalan.
Sepertinya sang ayah gusar, terlihat dari raut wajahnya. Cemas! Nampak juga, dia seorang ayah yang sangat sayang pada putranya. Ia pegawai Angkasa Pura, bisa jadi ia tak sempat antar anaknya pulang ke rumah. Hingga ia menitipkan anaknya untuk kuantar ke Jalan Toddopuli V, di sanalah tempat tinggalnya. Cukup jauh dalam ukuran kilometer, namun cukup dekat bagiku sebagai 'orang tua jalanan', kusenang berjumpa dengan pelanggan di usia anak-anak, ada kesucian batin di dirinya. Pun, kepolosan nan alami.
Untuk menuntaskan gusarnya sang ayah, kulambaikan tangan padanya, sampai ia tersenyum-senyum dan membalas lambaian tanganku. Fajar sudah bersamaku, dan kubuka tanya:
Itu ayahmu ya Nak?
Iya Om
Ayah kerja di bandara ya?
Iya Om, malam baru pulang
Oh iya, buru-buru ya Nak?
Ndak om.
***
Kulajukan motor seadanya, sembari leluasa ngobrol dengan anak itu. Lalu kutanya lagi:
Kelas berapa Nak?
Kelas tujuh Om
Di mana sekolah?
Di Athira Om
Hebat, ucapku!