Akhir pukul sebelas malam
Ranting sepohon di tepi jalan raya itu
Jatuh mengaduk aspal
Diserta rontok daunnya
Di sana itu
Menyelimuti separuh jalan
Jejer kaki-kaki kendaraan
Membiaskan diri-menghindar
Rontokan daun-ranting masihlah di sana
Tiada seorangpun peduli dengannya
Terinjak-injaklah ia
Digilas kaki-kaki kendaraan
Lalu ada seorang pengendara
Telah berlalu, ia merenung
Segesit ia belokkan kendaraannya
Menemui dedaunan itu
Dikaisnya dedaunan menepi
Ranting ditumpukinya
Dibahukan sembari bergumam:
Mereka tak peduli padamu
Nantilah kita menemui luka
Darah, patah tulang, tubuh ambruk
Barulah kita mengumpat
Menyerapahi pohon-ranting-daun
Dan mencibiri polisi
Terlambat sudah
Umpatan dan cibiran itu
Karena ranting peduli kita
Telah lama berpatahan
---------------
Makassar, 10 September 2016
@m_armand fiksianer
Catatan:
puisiku terilhami oleh patahnya
ranting di sebuah jalan raya di Tamalanrea-Makassar.
Tak seorangpun berhenti untuk mengamankannya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H