Filosofi
Di foto pribadi penulis di atas, kutaruh kata kontemplasi. Makna berikutnya jikalau puisi bukan semata terlahir dari 'sosok kontemplasi'. Puisi bisa terlahir dengan 'cara normal ataukah cesar'. Pemenuhan hakikatnyalah yang subtansi hingga sulit untuk disangkali bahwa di puisi itu hadir performansi ke-filosofia-an. Aneka filosofi itu berbentuk kepada kepedihan, kesahajaan, kebahagiaan, pemberontakan, kehidupan yang mati ataukah kematian yang hidup. Sebab puisi tiadalah mengajak orang untuk 'mati'. Dalam tiap derita terjeda huruf-huruf hidup yang menghidupkan siapa saja yang dikemas dalam gerakan puisi itu sendiri.
Memuji-muji dalam puisi adalah artikulasi dari kesifatan Tuhan, dan katakan saja jikalau memuji itu adalah hak, bukan persoalan batil. Selama pujian itu menggeser-geser jiwa akan 'keelokan' Tuhan. Hingga kukatakan lagi bahwa Tuhan sendiri adalah 'puisi'. Hemmm, belum terterimakah bila kugelari bahwa puisi itu mengandung marka-marka filosofi. Demikan pula hakikat lainnya seumpama filsosofi cinta, falsafah sengsara, dan juga esensi bahagia. Sebab, pekerjaan apapun yang kita pilih, cumalah satu tepinya! Cumalah satu ujungnya! Dialah bernama bahagia. Pada tiap-tiap orang mendamba ini. Begitu daripadaku bahwa Kompasianer Makassar ini menulis di sini hanyalah hendak menggapai kebahagiaan. Entah bahagia itu datangnya dari Timur, Barat, Utara ataupun Selatan. Semoga 'engkau' memaku paham atas artikelku, kali ini
-----------
Makassar, Penghujung Ramadhan 2016
@Muhammad Armand: akademisi-kompasianer-fiksianer-driver-antropologia-public health-planet kenthir