Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Cara Cerdas Mengkritik Tulisan Orang Lain

25 Mei 2015   21:41 Diperbarui: 16 Oktober 2015   16:39 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1432554911662133297

Lalu pahami secara seksama siapa gerangan yang hendak dikritik! Amati baik-baik artikelnya, jangan sampai malah mempermalukan diri Anda sendiri. Sebab kritik Anda malah menjadi juntrung tertawaan! Jangan pernah blunder seperti saya, nyaris mengkritik seorang Kompasianer yang menuliskan tentang PMS. Pikirku error, kirain PMS yang dimaksud adalah Penyakit Menular Seksual, eh ternyata Pre Menstrual Syndrome.

Seleksi kalimat terbaik!

Kritik itu bagian dari kehidupan, keseharian, habit. Kritik itu hal biasa, ia menjadi luar biasa bila disorot dari kontennya. Lalu apa yang tak mengenakkan dari sebuah kritik? Jawabnya: Teknik penyampaian, cara menaruh pesan dan metode penuturan. Si A, dan Si B. Keduanya melakukan kritik kepada seseorang, namun penerima kritik sangat menikmati kritikan Si A, tetapi antipati pada kritikan Si B! Hemmm, Si B nampaknya gagal menyeleksi kalimat yang baik. Padahal keduanya bertujuan sama, niatnya juga tak beda yakni menegur, menasehati, memperingatkan kepada penerima kritik. Tujuan dan niat yang sama tetapi hasil yang berbeda!

Kritik yang bijaksana selalu dipermula dengan puji-pujian, sanjungan-sanjungan. Konkritnya seperti ini: "Tulisan Anda bagus, tetapi.............". Ya mbok, krtik juga punya intro Bro, mosok langsung reffrain! Itulah ornamen kritik. Penulis ulangi lagi bahwa kritik itu art. Menerima kritik juga butuh seni, biarlah kritik orang menjadi indah untuk dinikmati. Tiada perlu over-sensi! Bisa saja, orang sengaja mengumpan-umpan emosional kita via tulisan kritiknya. Bisa jadi seperti itu kawan! Sekali kita terprovokasi maka 'pengkritik' itu malah terbahak-bahak atas suksesnya mempermainkan afeksi kita.

Kisah lain, beberapa komentator mengritik penulis di media ini, sebab penulis tersebut tak rajin membalas komentar yang ter-submit di artikelnya. Urusan ini menjadi rumit bila sak wasangka kita telah menjebak kita sendiri, maka terorbitlah gelar-gelar tak karuan kepada penulis tersebut, seumpama penulis angkuh, penulis sok sibuk, penulis egois! Hahaha, kita lupa sederetan persangkaan yang baik-baik bahwa bisa saja penulis tersebut sedang tak enak badan, atau sedang dirundung problematika kehidupan ataukah ia berada di luar jangkauan internet! Ataukah penulis itu sedang mengerjakan sesuatu yang berkepanjangan dan tak bisa ditinggalkan olehnya. Tetapi yakinilah bahwa komentar kita terdeteksi olehnya^^^

Salam Kompasiana Malam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun