Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ritmik Sang Kuda Penari di Kesunyian Malam

19 Mei 2015   11:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:50 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis berpose di balik ritmik kuda menari (Polman, 12-05-2015)

Kuda penari itu, kaki-kakinya bergerak-gerak indah, mengikuti arus irama rebana dan tamborin. Kuda menari, nama familiarnya adalah Sayyang Patudduk. Seorang dara jelita, di atas pelana, memakai baju pokko', lipaq sabbeq Mandar, bermahkota, bergelang panjang keemasan, anting beruntaian bunga beruq-beruq, lengkap dengan kipasnya. Passawi tidak duduk sembarangan, ia wajib ikuti pakem, saat duduk di pelana, lutut menghadap ke atas sebagai simbol kebenaran/kekuatan (kanan), kakinya menginjak punggung kuda, sedang kaki kiri ditekuk dan lutut menghadap ke depan (bukan ke atas).

Gadis Mandar itukah yang menjadi sentrum ritual istimewa sayyang patudduk? Oh bukan! Ia hanyalah seorang sawi, pusat aktifitas itu justru pada seseorang yang duduk di belakang sawi.

Kedua gadis itu, kerap tersenyum saat seorang pria lantunkan puisi, alunan bait-bait indah itu disebut kalindaqdaq. Hadir aksara-aksara bersayap di sana, bermakna konotatif dan lugas. Etnik Mandar memang gemar berpuisi dan berpantun. Ragam pantunnya berkategori; pantun heroik, pantun anak muda, pantun pesan-pesan moral, pantun canda, pantun perendahan diri. dan pantun reliji. Serangkain pantun ini, mirip dengan alur puisi, empat baris. Hakikat puisi Mandar, sarat sindiran dalam kalimat-kalimat yang tetap santun. Karya sastra Mandari inilah yang paling populer di Tanah Mandar, ia adalah media mengungkap perasaan mendalam kepada seseorang ataukah kepada anak-anak, sahabat-sahabat bahkan pemerintah. Itulah sisi-sisi budaya yang masih tersisa di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. .

Salah satu pantun anak muda yang pernah di-qalindaqdaq-an, ciptaan Kompasianer Makassar ini:

Rappak tallo, bikke pesauq

Su'naimo lao

Na rappak tomi ateu

Maita kandi'u tomalolo

Artinya:

Pecah telur, retak  timba

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun