Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyikapi Gaya Komunikasi Mahasiswa Masa Kini

14 Februari 2014   16:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:49 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13923675592115593039

Kembali ke perilaku komunikasi mahasiswa masa kini. Mereka itu dinamis dalam berkomunikasi, dosenlah yang statis. Masihlah terkungkung dengan old paradigm. Dosen lupa bahwa ini tamsilan dunia komunikasi, hierarkis itu kian terkikis, egaliter. Dan seluruh pengguna media sosial atau japri, telah satu level derajatnya di hadapan internet, di depan teknologi komunikasi.

Penulis mendudukkan dosen; menilai SMS mahasiswa itu kurang ajar adalah klasik, kuno, gak jaman lagi. Jika mahasiswa dinamis, dosen pun harus dinamislah. Bila saja dosen masih berkiblat kepada pola lama -tanpa gadget- maka menu tersinggung itu akan dilahap setiap pagi, siang dan malam. Dan kisah berlanjut, seorang mahasiswa menelpon tengah malam, bisa jadi mahasiwa itu sedang dalam masalah berat yang bertalian dengan akademiknya, atau tombol handphone-nya kepencet/ketindis tanpa sengaja. Segalanya bisa terjadi dan segalanya juga kita tak perlu geram sebab kita pendidik.

Penulis pun -dulu begitu- tak enjoy dengan SMS ala mahasiswa. Kumerasa sekali, saya dianggap teman sebayanya. Model komunikasinya kok serendah itu? Ini pasti imbasan dari gaya teman-teman mayoritasnya, dan teranjak-anjak. Ini efek environment. Tak perlu lagi sensitif, tersinggung, merasa direndahkan, apatah lagi merasa YANG TERSAKITI (Yudika kaleeeee).

Lalu, saya mengubahnya dengan teknik:

1) Saya berprasangka baik kepada mahasiswa

2) Saya ini pendidik bagi mereka

3) Saya ini senior dalam segala hal dibanding mereka, perilakuku juga harus 'senior'

4) Saya ini culture modifier of education untuk mereka, dan

5) Saya ini orangtua mereka

Dan kelewat banyak alasan untuk mendinamiskan interaksi dosen-mahasiswa, demi terjewantahkannya relasi humanis yang manis, dan tak direcoki beragam alasan untuk kehilangan romantisme itu di Campus Park. Ini pelajaran, ini pengajaran, ini belajar-mengajar; soal antropologi, sosiologis dan psikologik. Resapi motto orang Jepang: "Mengajar adalah belajar". Nukleus dari artikel ini, mengajak kepada TS se nusantara bahwa gejala sosial-budaya ini, wajib diterima, bukan ditolak sebagai kutukan telah hadirnya teknologi media. Ini jembatan pembelajaran terhadap gelombang budaya. Ini titian edukasi moderen. Tak perlu memilih opsi 'aneh-aneh' seperti membeli nomor baru, mem-block SMS atau automatic reject. Itu sangat tak efektif.

Berpuluh kalipun Anda mengganti nomor telpon, takkan menghentikan modus komunikasi mahasiswa. Ini sudah sabda alam. Natural law. Sunnatullah. Teknologi yang sunnatullah-nya di antara baik-buruknya, plus-minusnya dan lebih kurangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun