Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tawuran Itu, Refleksi Untuk Ayah dan Ibu

29 September 2012   08:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:30 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1348904196318720496

"Pendidikan mementingkan kepintaran semata!. Mentalitas diabaikan". Kagetlah saya, mendengar tuturan tegas bapak ini. Ia sangat meyakini, kemendikbud bersalah. Terorbitlah tanya dalam diriku: "Apa iya mendikbud biangnya?". Pulanglah aku ke rumah. Menyusuri berita-berita tawuran mematikan itu. Duh, kian tak kutemukan apa-apa kecuali maraknya menimpa-nimpakan kesalahan kepada 'orang lain'.

[caption id="attachment_215225" align="aligncenter" width="289" caption="radipt wordpress com"][/caption]

Berikutnya, plural sudah tudingan sebab-musabab pecahnya tawuran: Tayangan televisi, game online, guru, jenis bacaan, gadget, orangtua, derasnya informasi violensi, film kekerasan, dan seterusnya. Lantas...!. Berpuas-puaskah dengan menuding-nuding?. Kimakskah dengan menggadang-gadang, menuduh-nuduh, mengklaim dan menyalah-nyalahkan?.

Refleksi Orangtua

Lunglai sudah tungkai ini, setelah resapi dan renung-renungi tabiatku selaku seorang ayah. Kusadari seluruhnya, anak-anak itu termodifikasi perilakunya di bawah asuhanku ketika mereka di rumah. Psikologi 'rumahtangga' sedang kumacetkan. Anak-anak dalam tumbuh-kembang, butuh penghargaan sebagai manusia sepertiku. Alangkah kuremehkan mereka, saat mereka berpendapat, kukatakan pada mereka: "Sok tau kamu". Anak siapa yang tak berkeping-keping batinnya ditampar dengan umpatan serendah ini?.

Saat mereka bermohon sesuatu, kukatakan pada mereka: "Sembarangan kamu minta". Anak siapa yang tak terluka dengan lompatan kalimat sesinis ini?. Andai kita bertukar posisi, mereka jadi kita. Kuyakin, Andapun akan tersayat psikis dengan teknik komunikasi sesadis ini. Lalu, anak-anak itu tiada menemukan reward di rumah kita.

Teringatlah daku akan untaian kalimat Dorothy Law Nolte:

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri. Jika anak dibesarkan dengn penghinaan, ia belajar menyesali diri. Jika anak dibesarkan dengan toleran, ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dan kehidupan.

* * *

Bila saja, baris-baris dalam kalimat ini, batin sebagai orangtua belum tersentuh jua. Maka nyaris kuberkata bahwa orangtua zaman ini, pun pernah didera perlakuan yang tak humanis dari ayah ibunya juga. Anak-anak yang tawuran itu tiada pernah berniat untuk melakukannya, sesungguhnya itu apresiasi kekerdilan jiwa dan bentuk keputusasaan yang dipertontonkan di depan publik^^^.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun