[caption id="attachment_202059" align="aligncenter" width="300" caption="thesunnah blogspot.com"][/caption]
Saya tuliskan artikel ini sebagai wujud keheranan kepada peserta didik di kampusku. Sejak tahun 1994, saya lakukan pengamatan terhadap perilaku mahasiswa-mahasiswiku ini. Bukan penelitian terhadap cara berpakaiannya, teknik berjalannya, cara duduknya ataupun metode belajarnya. Tetapi yang saya amati adalah ekspresinya di dalam ruangan kuliah.
Ketika saya menguraikan sebuah matakuliah dan menghadirkan beberapa teori, teori itu saya adopsi dari orang asing (Barat), kutipan teorinya banyak saya ambil dari Amerika Serikat, Inggris, Jerman bahkan Yunani. Tarulah saya menuliskan sebuah teori di whiteboard, Over Head Projector bahkan di LCD.
Saat saya menjelaskan bahwa sebetulnya proses psikologis sangat tergantung kepada azas fisiologis (faal tubuh). Teori ini dikemukaan oleh seorang dokter lulusan Harvard University, Amerika Serikat, namanya Murray. Ia seorang dokter bidang psikologi klinik.
Rasanya ada misteri dan keanehan pada mahasiswa dan mahasiswiku ini, mengapa ketika saya menyebut nama asing selevel Henry Murray, mata mereka berkaca-kaca, ekspresinya hidup dan perhatiannya lumayan tinggi?. Ada apa sebetulnya dengan gejala perhatian sang mahasiswaku ini?.
Suatu waktu, saya sertakan sebuah teori produk dalam negeri dan menyebut nama penemu teori itu, kok gak tertarik?. Saya berkali-kali menyebut nama Juli Soemirat, seorang penulis buku epidemiologi dan juga seorang dokter.
Pernah suatu waktu, saya uji tingkat perhatian mereka, benarkah mereka suka teori-teori yang beraroma Barat?. Maka saya, sekali lagi menyebut nama orang Barat, yakni Mudwal yang terkenal dengan teori trombositopenia. Sayapun mengurai teori ini sampai terjadinya prevalensi Demam Berdarah. Mahasiswa asik mengamati ucapan-ucapan saya.
Selanjutnya, saya sebutkan lagi bahwa Mudwal dalam teorinya telah memrediksi kawasan Indonesia khusunya wilayah bagian timur seperti Papua, Mamuju, Maluku, Jawa, Sumatera, Kupang, Ternate akan menjadi zona DBD dan malaria. Ya ampun, mahasiswaku mengangguk-angguk dan mengawasi setiap perkataanku, mereka sangka bahwa ucapan-ucapan ini masih lanjutan dari teori Mudwal.
Padahal ini adalah 'teori' saya, bukan kepunyaan Mudwal. Ah, misteri mahasiswaku tentang tingkat kepercayaannya kepada teori asing masihlah lebih tinggi tingkat kepercayaannya dibanding teori-teori dalam negeri, teori lokal dan teori buatan diri sendiri.
Mengapakah bangsa ini mulai dari pemikiran, teori, fashion, dan beraneka produk, bangsa ini belum juga beranjak-anjak untuk belajar dan berusaha keras menghargai buatan sendiri?. Termasuk menghargai teori Made in Indonesia yang lebih populer dengan makna: Buatan Indonesia walau sesungguhnya arti harfiahnya Dibuat di Indonesia^^^.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H