Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Hati-hati Penderita Sosiopat di Sosial Media

1 Oktober 2014   18:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:47 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14121385972029959038

Faktor Risiko

Dalam sudut pandang Psikologi Kesehatan, selalu ditarik ke dalam ranah faktor risiko. Bahwa tingkah laku sekarang ini adalah buah dari masa lalu. Keterpurukan masa silam sangat memungkinkan terendap, kemudian semua sudah terbuka dalam wujud 'balas dendam' atas keparahan jiwa pada masa yang terlewati, terutama sejak anak-anak. Tahukah Anda bahwa otak anak akan menggelembung dan seolah akan hancur ketika ia dimarahi, dipukul atau dimaki? Alam bawah sadar menyimpan rekaman itu, hingga jadi bom waktu. Suatu saat, akan meledak. jua.

Lalu adakah terapi penyembuhannya? Ia, selalu ada terapi bagi setiap penyakit baik jasmani maupun rohani. Karena yang terganggu di area rohani, maka terapi (salah satunya) melalui terapi psikologi.

Kontra Sosial

Sesering apakah Anda membaca komentar-komentar yang vulgar di medsos? Kata TAIK, ANJING, BABI, dan sederet penghewanan lainnya, itu sudah jelas-jelas tak manusiawi. Tiada koneksi sosial di sini, tiada jaringan kemanusian dan tiada pula signal kebaikan. Yang ada hanyalah pontang-pantingnya penderita sosiopat untuk memuaskan dirinya tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Aksara keji itu bila diucapkan sangat jarang, maka itu adalah kemarahan yang tak terbendung, tak terblok, dan bukan sosiopat. Namun, peneliti-peneliti sosiopat memasukkannya sebagai pra-sosiopat, conditioning variable. Betapa jelas sebetulnya alur dasar dari pra sosiopat menuju sosiopat. Reaksi-reaksi spontannya itu, teramat mudah terbaca, misalnya: memukul, mengumpat, mengancam, walau tak ada alasan pasti. Dan perilaku verbal/non verbal itu berulang-ulang, reguler, rutin. Penderitanya tegaan, tak peduli orang lain rusak, pantang minta maaf, sebab bawaannya telah begitu rupa dan dianggap dirinya adalah normal. Dan inilah kajian menarik dalam lieteratur Psikologi Abnormal. Ajaran ini amat memukau, walaupun terkadang salah kaprah. Misalnya, kegemaran manusia berperang, membunuh secara massal akan etnik tertentu. Itu bukan sosiopat karena sosiopat tidak membedah perilaku komunitas, kelompok atau bangsa. Sosiopat sifatnya individual.

Penderita sosiopat sebetulnya ada kemiripan dengan tingkah laku hewan, punya otak tapi tak berfungsi, punya akal tapi tak digunakan. Itulah hewan. Sebab kita juga adalah hewan, tetapi kita 'hewan yang berakal'.

Maka Janganlah!

Bila istrimu atau suamimu, ataukah kolegamu, atasanmu sedang sakit. Akibat tak tertahankan sakitnya hingga ia mengumpatmu. maka janganlah sakit hatimu. Sebab ia dalam keadaan sakit, fungsi sosialnya hilang untuk sementara. Kuyakini segala ini, butuh kebijakan dari pengguna sosmed bahwa bedakan cacian orang normal dengan orang sakit. Agar Anda selamat dari bahaya-bahaya bersosial media.

Sebuah Kisah

Seorang istri, orangnya sangat baik, sopan, menghormati orangtua, suami dan keluarganya. Ia juga seorang pekerja keras, jujur dan penuh empati. Sehatnya selama ini, tiba-tiba sakit jantung, gondok maligna, bertahun-tahun pula ia jalani sakit itu. Ia semi putus asa, hingga suatu ketika ia mengusir suaminya. Suami ini tak tahan akan pengsusiran itu, hingga secara adat, suami itu menghadap mertuanya. "Uwak, istriku mengusirku dari rumah", ucap lelaki setengah baya itu sambil memegang tas berisi pakean untuk pergi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun