Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Polisi: Jangan Kentara, Bu

4 Desember 2014   14:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:05 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_386042" align="aligncenter" width="300" caption="tangankeriting.blogspot.com"][/caption]

KESALAHAN istriku, tak memperpanjang SIM-nya. Wajar bila ia ditilang. Dan polisi itu saya benarkan. Istriku memang salah kok. Polisi itu bertanya ke istriku, "Tinggal di mana, Bu?". Biasalah pak polisi kita nanya-nanya, entah apa hubungannya antara pelanggaran dengan alamat pelaku pelanggaran.

Mungkin ini sebuah pemetaan kalau pelaku tinggal di asrama polisi, asrama tentara, kompleks gubernur, atau pemukiman yang 'sangar' lainnya, akan berpengaruh kepada proses tilang. Itu pengamatanku. Serasa itu manusiawi-alamiah, sebab kita pun kerap melakukan hal yang sama, memilih-milih. Tarulah dosen, bila ada mahasiswa 'melanggar aturan perkuliahan', kadang nanya pekerjaan orang tuanya. Bila mahasiswa menjawab, "Ayahku kebetulan bupati, Pak". Sang dosen kemungkinan besar berkata: "Oh anak pejabat ya. Ya, sudah, rajin-rajin kuliah dan jangan melanggar lagi". Dosen yang idealis akan berkata: "Saya senang karena Anda anak bupati, itu yang membuat saya tegas dan tetap setiap pada aturan akademik, bahwa Anda tak berhak ikut ujian akhir sebab jumlah kehadiran Anda di bawah standar, kurang dari 80%. Saya yakin ayahmu pun tak setuju bila saya paksakan Anda ujian, demi menjaga wibawa ayahmu sebagai bupati yang berharap anaknya menjadi contoh yang baik bagi mahasiswa lainnya."

Jangan kentara, Bu!

Polisi yang menilang istriku adalah polisi baik, ia nasehati istriku baik-baik: "Urus SIM itu mudah Bu, cukup 1-2 jam, selesai mi". "Iya, Pak", sahut istriku. Lanjut cerita istriku, seorang mahasiswi berteriak: "Dak ada uangku, Pak". Mahasiswi itu ditilang oleh polisi yang berbeda. Saya mendengar cerita istriku itu, saya terasa mau telpon Kapolda Sulawesi Selatan, Irjenpol Drs Anton Setiadji, SH MH.

***

Lanjut kisah, pak polisi itu masuk ke inti 'persoalan' dan bertanya, "Berapa uang ta, Bu?" Istriku membuka dompetnya, memperlihatkan isi dompetnya dan berkata: "Ini ji, Pak". Uang di genggaman istriku, tangan 'nakal' polisi itu, menyambut tangan istriku sambil berkata: "Bu, cepat mi, jangan terlalu kentara Bu, nanti diliat orang". Nanti dilihat orang! Kayak mau berbuat mesum saja. Polisi itu meraih uang dari telapak tangan istriku, sembari berpura-pura marah: "Ini pelanggaran berat bu, ibu harus perpanjang SIM ini, lain kali jangan ulangi lagi Bu". Istriku bingung atas sandiwara pak polisi itu, dan istriku diperbolehkan meninggalkan lokasi.

Lain dosen, lain style. Lain polisi, lain gaya. Ada seorang polisi di Makassar (saya takkan sebut namanya), anti sogokan, tak mau kompromi. Bila ia bertugas di lapangan, tak ada kendaraan yang diloloskan kecuali mengisi surat tilang. Sayang sekali, polisi ini sangat jarang diturunkan karena kawan-kawannya tak suka, mengurangi 'rejeki' kata letting-letting-nya.

Sebagai 'pengamat' kepolisian, karena keadaan sudah demikian abnormal, maka sebaiknya Anda sebagai pengguna jalan raya, sisipkan uang pecahan 10 ribuan, 20 ribuan, 50 ribuan. Selipkan di bagian khusus di dompet Anda, kalau perlu, labeli: "For Police" untuk 'disedekahkan' ke polisi kita, di jalan raya. Polisi begitu karena Anda juga hobi nyogok, termasuk istriku^^^

BADGE:

14203905772054794149
14203905772054794149

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun