[caption id="attachment_387239" align="aligncenter" width="300" caption="sumber: TV One"][/caption]
SAYA telah menegur seorang Kompasianer yang secara vulgar menautkan gambar yang diduga korban AirAsia. Cukuplah TV One yang secara amatiran memertontonkan (LIVE) akan sesosok jenazah yang terapung-apung dalam keadaan vulgar. Sebagai kawan Kompasiana, tentulah kita tak ingin mengikuti jejak TV One yang membuat keluarga korban kesal dan marah atas ulah kru TV One. Â Apapun argumentasinya, itu sudah sangat melukai keluarga korban, menyayat perasaan pemirsa dan masyarakat.
Jangan jadikan semua ini sebagai pemberitaan yang tidak manusiawi, berpikirlah. Saya pun teramat geram melihat foto yang kelewat mengiris-iris hati itu. Saat menonton TV One, istriku menutup wajahnya dan mengumpat TV one. Lalu ada Kompasianer yang tak taat mikir, tak taat etika. Kita boleh berlomba-lomba memberitakan peristiwa yang sedang aktual, namun pikiran cerdas kita juga wajib aktual, di up-grade, agar tetap cerdas dalam menuliskan berita.
Kita harus memiliki sensitifitas tinggi atas suatu musibah yang menimpa sesama manusia. Pulalah ada aturan, ada mekanisme pemberitaan yang wajib dipenuhi. Jangan se-enake dhewe menyertakan gambar audio-visual yang justru memunculkan ketersinggungan kepada keluarga korban secara menyeluruh dan ketersinggungan kita sebagai saudara.
Tiada yang menginginkan musibah, namun jangan menambah kelukaan sesama, atas nama kecepatan pemberitaan. Semua punya rambu-rambu, punya marka-marka. Bila tak pintar membaca marka-marka secara tertulis, cukuplah kita mengacu pada marka perasaan sendiri. Bagaimana bila kita berada pada posisi keluarga korban. Sungguh, saya sedang kesal saat tuliskan artikel ini.
Betapa tidak, kita telah mencela TV One, di sisi lain kita sebagai Kompasianer justru melanjutkan perbuatan tercelanya TV One. Ini sebuah kelakuan yang tidak sesuai dengan norma budaya, norma 'jusnalistik' ala warga. Berharap kepada seluruh pewarta Kompasiana (terutama diriku sendiri), agar senantiasa belajar melatih kepekaan bahwa gambar vulgar korban itu adalah fakta visual secara utuh tetapi divisualkan secara lengkap, itu tetap tak baik, tak sopan, seronok dan memilukan.
Mari mewartakan peristiwa berazaskan kemanusiaan, menuliskan berita secara sehat dan bernurani. Ironis memang sebab musibah di negeri ini, setia diikuti dengan komentar yang mengolok-olok, foto-foto tanpa blur, gambar-gambar asli yang mengundang tambahan kepiluan, dan cara penulisan yang sarat emosional belaka tanpa sedikit memertimbangkan efek-efek buruk selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H